RUU Kejaksaan yang Disetujui DPR Dinilai Berpotensi Membuat Kejaksaan Agung Terlalu Berkuasa

banner 468x60

Radarjakarta.id | Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan yang baru saja disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai kritik tajam. Pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno, Ceko, menilai RUU tersebut dapat menjadikan Kejaksaan Agung memiliki kekuasaan yang terlalu besar, yang berpotensi mengganggu sistem hukum di Indonesia.

Ceko menyatakan bahwa penerapan asas Dominus Litis, yang tercantum dalam RUU Kejaksaan, berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang atau abuse of power. Menurutnya, penerapan asas ini akan menciptakan preseden buruk bagi sistem peradilan di tanah air. “Belum siap Indonesia untuk sistem semacam ini,” ujar Ceko dalam pernyataan kepada wartawan, Minggu (16/2/2025).

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Ceko juga menyoroti pemberian kewenangan yang sangat besar kepada Kejaksaan Agung dalam hal pengendalian kelanjutan perkara, termasuk keputusan untuk menyelesaikan kasus di luar pengadilan melalui diskresi penuntutan dan restorative justice. Ia mengingatkan bahwa hal ini bisa menyebabkan tumpang tindih wewenang antara lembaga-lembaga penegak hukum dan berpotensi menimbulkan ketimpangan dalam penegakan hukum. “Kekuasaan besar ini berisiko membatasi hak masyarakat untuk mendapatkan keadilan yang transparan,” jelasnya.

Selain itu, Ceko juga mengkritik pasal dalam RUU tersebut yang mengatur bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, dan penahanan terhadap jaksa harus mendapatkan izin dari Jaksa Agung. Menurutnya, aturan ini mengurangi kewenangan penyidik yang seharusnya bisa berfungsi independen dalam menangani kasus yang melibatkan jaksa. “Ekses buruknya akan sangat luas, baik dari perspektif hukum pidana maupun tata negara, karena ini dapat memperburuk ketidakseimbangan antar lembaga dalam menjalankan tugas sesuai dengan undang-undang,” tambahnya.

Namun demikian, Ceko mengakui bahwa semangat revisi UU Kejaksaan bertujuan untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman dan kompleksitas yang ada. Meskipun demikian, ia mengingatkan agar DPR berhati-hati dalam mempertimbangkan revisi ini, agar tidak menjadi langkah yang kontraproduktif. “Suara-suara masyarakat, terutama yang memahami tata kelola hukum, harus didengarkan dan dipahami dengan baik,” pungkasnya.***

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60