RADAR JAKARTA | Jakarta – Ibu Henny Syiariel Wanita Lansia 70 Tahun ini tinggal di Tobelo Halmahera Utara, pada akhir bulan Februari 2023, membeli batu kali dan pasir untuk membuat pondasi di tanahnya yang sudah bersertifikat sejak tahun 1998 dengan SHM No.185. Berlokasi Di Desa WKO, kota Tobelo .
Ibu Henny kemudian menumpuk batu kali dan material pasir tersebut diatas Lahan miliknya dan memasang Spanduk Bertuliskan “ Tanah SHM milik Henny Syiariel Dengan Luas 900 m2, jelang 1 Minggu lawyer dari Robby Weeflaar dan Wilda Weeflaar berinisial J datang membawa surat somasi ibu Henny dengan tuduhan penyerobotan lahan.
Selanjutnya dari pihak Robby Weeflaar pada tanggal 12 Juni 2023 membuat Laporan pengaduan di Polres Halmahera Utara dan Laporan kepolisian dengan Nomor LP / 319 / X/ 2023/ PMU / Res Halut / SPKT, ditindaklanjuti oleh pihak penyidik Polres Halmahera Utara pada 1 Juli 2023 dengan undangan meminta klarifikasi dari Ibu Henny Syiariel untuk terkait tuduhan tindak pidana Penyerobotan Tanah menggunakan Pasal 167 KUHP sangat tidak relevan.
Menyoroti laporan polisi yang dibuat oleh Robby Weeflaar dengan tuduhan tindak pidana penyerobotan tanah, DR.Selfianus Laritmas, S.H.,M.H., Kuasa Hukum dari Ibu Henny Syiariel angkat bicara.
Selfianus Laritmas mengatakan laporan polisi yang dibuat Robby Weeflaar dengan tuduhan tindak pidana penyerobotan tanah tersebut kemudian ditambah adanya surat pemberitahuan dari BPN Halmahera Utara bahwa ada indikasi tumpang tindih.
“Laporan itu menjadi dasar untuk menguji Sertifikat yang di keluarkan oleh BPN Halmahera Utara diajukan di PTUN Ambon,” imbuhnya.
“Klien Kami Ibu Henny Syiariel mendatangi Polres Halmahera Utara untuk memenuhi Undangan klarifikasi pada tanggal 20 dan 26 Agustus 2024, penyidik menunjukkan ada form surat tanggal 3 Mei 2023 yang dengan tegas ibu Henny tidak mengetahui dan tidak pernah menandatangani surat tersebut dan dengan tegas membantah tuduhan terkait surat yang diduga dipalsukan,” jelas Selfianus Laritmas.
Sebaliknya, surat tertanggal 5 Mei 2023 yang memang dikenalnya, adalah sah dan ditandatangani atas permintaan Notaris Elvira Agustina Jusuf, S.H., M.Kn,” kata kuasa hukum Ibu Henny Syiariel.
Ia juga mengungkapkan Kejanggalan pada Surat yang Diduga Palsu ini. Surat tertanggal 3 Mei 2023 yang menjadi objek utama dari tuduhan pemalsuan memunculkan sejumlah kejanggalan yang tidak dapat dijelaskan secara logika hukum.
“Salah satu kejanggalan utama adalah adanya tanda tangan nama Lie Tin Siong sebagai saksi yang turut menandatangani surat tersebut, sementara Lie Tin Siong sudah meninggal pada 16 Maret 2007. Ini jelas menunjukkan ketidakwajaran dan keraguan terhadap keabsahan surat tersebut” ungkap Selfianus laritmas, Rabu yang lalu (5/2/2025) di Jakarta.
Selain itu, Kuasa hukum Ibu Henny menyampaikan bahwa surat ini juga tidak memiliki “waarmarking notaris,” yang merupakan prosedur wajib dalam pengajuan surat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Hal ini menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian dalam prosedur yang harusnya diikuti, sekaligus menambah kecurigaan mengenai niat di balik pembuatan surat tersebut,” ujarnya.
Selfianus laritmas menambahkan bahwa objek surat yang dijadikan alat bukti dalam perkara ini menunjukkan adanya indikasi rekayasa yang disengaja.
Kejanggalan lain adalah surat yang seharusnya diterbitkan, setelah pemberian surat kuasa pada 4 Mei 2023, tiba tiba muncul ada surat pada 3 Mei 2023.
“Surat-surat lain yang muncul, seperti surat dari Kepala Desa yang dibuat pada 5 Mei 2023, dan surat pemberitahuan dari BPN, menambah kecurigaan akan adanya kolusi antara oknum BPN Halmahera Utara dan pihak Polres Halmahera Utara dalam proses hukum ini,” tambahnya
“Demikian juga kenyataan dalam waktu 1 bulan perkara naik dari penyelidikan ke penyidikan dan dalam waktu 1 bulan ada 3 kali pemanggilan dengan durasi waktu yang sangat dekat dan hanya selang sehari langsung di tetapkan tersangka,” jelasnya.
Menurut Selfianus, ibu Henny Syiariel merasa keberatan atas Penetapan Tersangka tertanggal 6 Januari 2025 dan sudah mengajukan surat keberatan atas penetapan tersebut ke Irwasda Polda Maluku Utara dan Wasidik Mabes Polri.
“Hal ini akibat terlalu prematur gelar perkara penetapan tersangka yang dikepalai oleh Wadirkrimun Polda Malut yang mana hal tersebut terkonfirmasi adanya kekeliruan penetapan tersangka akibat surat yang di duga palsu tanggal 3 Mei 2023 belum diuji Lab forensik dan tidak di informasikan adanya arsip surat tanggal 5 Mei 2023 yang lengkap dengan waarkmerk atau legalisir notaris yang dibuat oleh Notaris Elvira Agustina. S.H berdasarkan surat kuasa yang diterimanya 4 Mei 2023,” ungkapnya.
“Ibu Henny Syiariel merasa bahwa dirinya telah menjadi korban dari kriminalisasi yang dirancang untuk memanipulasi keadaan demi kepentingan pihak lain,” ujar kuasa hukumnya.
“Kita sudah melakukan mediasi untuk damai, menurut pihak Robby dan Polres Halmahera Utara, Robby mau damai asalkan Ibu Henny mau ganti kerugian sebesar 500 juta dan harus meminta maaf kepada Robby Weeflaar dalam media Selama 7 hari berturut- turut,” ucap Selfianus Laritmas. (Info dari pihak Polda Maluku Utara)
“Demi proses hukum laporan dugaan penyerobotan tanah yang dilaporkan oleh Robby Weeflaar dengan Terlapor Henny Syiariel, wajib dihentikan karena tidak terbukti dan tidak ada unsur yang terkait tuduhan delik Pasal 167 dan atau Pasal 389 dan atau pasal 385 KUH Pidana Penyerobotan Tanah.
Berdasarkan analisis hukum yang ada, pihak pengacara menyatakan keberatan atas penetapan status tersangka terhadap kliennya dan mendesak pihak kepolisian serta pejabat terkait untuk mengadakan gelar perkara secara terbuka, agar hak-hak klien mereka dapat diperjuangkan dengan adil.
Kuasa Hukum Ibu Henny Syiariel, dengan dukungan dari masyarakat Halmahera Utara, telah mengajukan permohonan bantuan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, kepada Kapolri, Kepala Biro Pengawas Penyidikan Mabes Polri, Kadiv Propam Polri, Kapolda Maluku Utara, Ketua Komisi Yudisial, Menteri Agraria, Menteri Hukum, Menteri Hak Asasi Manusia, Menteri Perlindungan Perempuan dan anak, dan kepada pengaduan Mas Wapres, dan juga kepada Admin Gerindra, untuk melakukan tindakan tegas terhadap Aparatur Negara yang terlibat dalam rekayasa kasus ini untuk mendukung mafia pertanahan.
Mereka juga meminta agar dilakukan uji laboratorium forensik untuk memastikan validasi dari surat tanggal 03 Mei 2023 yang menjadi objek perselisihan yang dituduhkan di palsukan tersebut.
Kasus ini bukan hanya sekedar masalah hukum biasa, namun juga menunjukkan adanya dugaan rekayasa dalam proses penyidikan yang mengarah pada kriminalisasi terhadap Ibu Henny Syiariel.
“Saat ini Klien Kami Ibu Henny sangat ketakutan dan kemaren kondisi kesehatannya drop, terintimidasi dan dikriminalisasi, akibat dari ditetapkanya Ibu Henny sebagai DPO seperti halnya koruptor atau pembunuh” ucap Selfianus.
Terhadap 2 (dua) laporan dugaan tindak pidana yang dilaporkan sdr. Robby Weeflaar sangat tidak berdasarkan hukum dan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana kami uraikan dalam kronologis dan Rekayasa surat yang dituduh dipalsukan dan ini sangat mengkriminalisasi ibu Henny dan Notaris Deflin Simange., S.H.
Penyalahgunaan wewenang dan upaya manipulasi dokumen menjadi sorotan, yang menuntut adanya keadilan. Masyarakat, khususnya di Kab. Halmahera Utara, berharap agar penegak hukum dapat menjalankan tugasnya dengan adil, tanpa pandang bulu, demi kepastian hukum yang seharusnya ditegakkan di tanah air untuk segera menghentikan upaya mafia hukum yang dilakukan oleh seseorang karena kepentingannya, tapi mengorbankan hak hidup orang lain, untuk menghentikan polemik dan mafia hukum.
Dengan harapan agar keadilan dapat ditegakkan, semua pihak yang terlibat diharapkan dapat bekerja sesuai dengan prosedur yang sah dan objektif, mengingat setiap individu berhak atas perlindungan hukum yang adil dan tidak diskriminatif.