RADAR JAKARTA | Bangka Belitung – Organisasi Perkumpulan Putra Putri Tempatan Bangka Belitung (Perpat Babel) telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, terkait penanganan kasus mega korupsi timah senilai Rp 271 triliun.
Surat yang diterbitkan pada 4 Februari 2025 ini berisi laporan mengenai sejumlah ‘kejanggalan’ dalam proses penanganan kasus yang diduga melibatkan oknum-oknum penting di sektor penambangan timah di Bangka Belitung.
Surat yang bernomor 040/TM/PERPAT/I/2024 ini berjudul “Tindak Lanjut Atas Aspirasi Masyarakat Terhadap Keprihatinan Penegakkan Hukum yang Tidak Memiliki Nilai Kebermanfaatan Akibat Mempertahankan Sebuah Kekeliruan Hukum Sehingga Membuat Perekonomian Masyarakat Bangka Belitung Menjadi Terpuruk”.
Melalui surat tersebut, Perpat Babel meminta perhatian Presiden terkait dampak negatif dari penanganan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) yang menurut mereka tidak hanya mengabaikan keadilan, tetapi juga merugikan ekonomi masyarakat daerah tersebut.
Ketua Umum DPP Perpat, Dr. Andi Kusuma SH MKn CTL, yang dikenal sebagai advokat vokal, menyampaikan keprihatinannya atas ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat Bangka Belitung.
Ia menilai bahwa meskipun kasus korupsi timah ini melibatkan kerugian negara yang sangat besar, penanganannya justru tidak memberikan dampak positif yang seharusnya.
“Penegakan hukum ini tidak memiliki nilai kebermanfaatan. Dampaknya justru membuat perekonomian masyarakat Bangka Belitung terpuruk,” kata Andi Kusuma dalam siaran pers yang diterima oleh media pada Rabu yang lalu (5/2/2025).
Andi juga mengingatkan bahwa jaksa yang menangani kasus ini seharusnya memegang teguh prinsip Tri Krama Adhyaksa, yang terdiri dari tiga pilar utama, yaitu Satya, Adhi, dan Wicaksana.
Dalam hal ini, ia menekankan pentingnya sikap bijaksana atau wicaksana dalam setiap keputusan yang diambil oleh jaksa.
“Seorang jaksa harus memiliki kemampuan untuk menganalisis situasi dengan baik, mempertimbangkan fakta dan bukti, serta memperhitungkan dampak dari setiap keputusan yang diambil,” jelasnya.
Menurut Andi, jaksa juga harus dapat bersikap fleksibel dalam menerapkan hukum, terutama dalam situasi yang kompleks seperti kasus korupsi timah ini. Ia menilai bahwa kebijakan yang kaku dan tidak mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan ekonomi akan semakin memperburuk keadaan, bukan hanya bagi pihak-pihak yang terlibat, tetapi juga bagi masyarakat umum.
Lebih lanjut, Andi mengungkapkan kekecewaannya terhadap penegakan hukum yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebermanfaatan.
“Kami hanya bisa berharap bahwa keadilan bagi masyarakat sipil dapat ditegakkan melalui perwakilan rakyat di DPR. Namun, jika hukum diterapkan secara keliru, maka kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan semakin pudar,” tegasnya.
Dalam surat tersebut, Perpat Babel juga meminta agar proses hukum kasus mega korupsi timah ini ditangani dengan lebih transparan dan adil. Mereka berharap agar prinsip-prinsip moral yang telah dijelaskan dapat diterapkan oleh Kejaksaan Agung dalam setiap langkahnya.
“Kami hanya menuntut penegakan hukum yang benar dan sesuai dengan alur yang semestinya,” tutup Andi Kusuma.
Dengan adanya laporan ini, Perpat Babel berharap Presiden Republik Indonesia dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat Bangka Belitung, serta menyelamatkan perekonomian daerah yang telah lama terpuruk akibat praktik-praktik korupsi yang tidak terdeteksi dengan baik.