Sidang Perkara PT BA-SSBS, Saksi Ungkap Harga Saham Dibeli Undervalue

banner 468x60

Damba s Akmala (kanan) dan Ainudin (kiri), Tim penasihat hukum Tjahyono Imawan terdakwa Kasus Dugaan Korupsi Akuisisi PT SBS oleh PT BA.

Radarjakarta.id | JAKARTA – Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Klas 1A Khusus Palembang Rabu (19/12/23) kembali menggelar sidang perkara kasus dugaan korupsi dalam proses akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT Bukit Asam Persero Tbk (PTBA) melalui anak perusahaan PT Bukti Multi Investama (BMI). Terdakwa Nurtima Tobing, Milawarma, Anung Dri Prasetya, Saiful Islam dan Tjahyono Imawan.
Dalam pemeriksaan saksi Mantan Direktur Utama Bukit Asam Kreatif (BAK) Yusri, terungkap kalau saham PT SBS milik PT TISE dibeli jauh di bawah harga pasar alias undervalue. Transaksi senilai Rp17.600.000.000 ini, mulanya dituding merugikan PT BA, sebab nilainya berbeda dengan nilai akuisisi saham sebelumnya.
Namun, saksi menegaskan nilai yang dibayarkan tersebut merupakan hasil perhitungan valuasi dari Mandiri Sekuritas.
Dengan posisi ekuitas dan hutang PT. SBS saat itu, nilai tersebut masih di bawah harga pasar alias undervalue.
Namun, Yusri menambahkan, pertimbangannya adalah potensi keuntungan dan prospek SBS kedepannya dapat menjadi perusahaan yang besar, sebagaimana tahun 2018 saja (3 tahun setelah akuisisi) nilai perusahaan tersebut sudah di kisaran Rp 400 Miliar Rupiah.

Yusri juga mengatakan transaksi pembelian saham sebesar 5% dari Tri Ihwa Sejahtera (Tise) oleh BAK ini telah sesuai dengan prosedur yang berlaku. “Dalam prosesnya, sudah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), serta direkomendasikan oleh Dewan Komisaris (Dekom) setelah melalui kajian yang mendalam,” imbuh Yusri.
Selain itu, Yusri juga menyatakan menyesal karena merasa telah menzolimi terdakwa Tjahyono Imawan. Sebab, menurutnya, pihaknya telah memperoleh saham dengan harga murah. Namun, saat seluruh proses telah selesai dan PT SBS telah mulai memperoleh keuntungan, justru ada masalah hukum yang menimpa Imawan.
Yusri juga menjelaskan bahwa pembelian saham tersebut tidak memberikan keuntungan pribadi kepada Tjahyono Imawan, seperti yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum. Transaksi senilai Rp 17.600.000.000 ini, menurut Yusri, langsung didebet ke PT SBS sebagai pemenuhan kewajiban yang telah disepakati dengan Tjahyono Imawan.

Menanggapi uraian saksi, Terdakwa Imawan pun mengatakan jika dirinya sempat merasa menyesal menjual sisa saham 5 persen itu dengan harga di bawah nilai pasar.
Damba S Akmala penasihat hukum Tjahyono Imawan menjelaskan alasan kliennya tetap menjual saham di bawah nilai pasar, meskipun tidak memperoleh cuan sepeserpun. “Pak Imawan hanya ingin menjaga kepentingan karyawannya di SBS. Sebab, jika dia memilih pailit maka dia khawatir karyawan tersebut akan terlantar. Alasan lain adalah terkait konduitenya di dunia usaha,” ujar Akmal, Kamis (21/12/2023).

Dia juga mengatakan kesaksian dari Yusri ini sekaligus membantah tudingan jaksa. Dalam perkara ini, JPU mencoba menggiring opini seolah-olah kliennya menerima feedback dari transaksi ini sejumlah Rp. 17.600.000.000,- (tujuh belas milyar enam ratus juta Rupiah). Padahal, uang tersebut adalah berdasarkan jual beli saham 5% milik PT. Tri Ihwa Sejahtera (“TISE”) dalam SBS berdasarkan Akta No. 03 Tanggal 03 September 2018 di hadapan Notaris Agung Sri Wijayanti SH, Mkn, dimana atas Akta tersebut telah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-AH.01.03-0242442. “Fakta tersebut lah yang kemudian disampaikan oleh saksi Yusri. Bahwa tidak ada uang hasilk penjualan saham itu yang diterima oleh Pak Imawan,” tandasnya.

Dia menambahkan, kalau uang sebesar Rp. 17.600.000.000,- (tujuh belas milyar enam ratus juta Rupiah) tersebut telah ditransfer kembali ke rekening SBS, sebagai bagian dari pemenuhan kesepakatan terkait dengan akuisisi SBS pada tahun 2015 sebagaimana termaksud di atas.

“Secara faktual, tidak ada duit yang diterima klien kami,” ujarnya.

Sementara, Ainuddin selaku kuasa hukum Tjahyono Imawan menegaskan, keterangan saksi ini memberikan gambaran yang lebih jelas terkait pembelian saham tersebut.

“Ini membuktikan bahwa segala langkah yang diambil telah sesuai dengan ketentuan dan tidak merugikan negara,” ujar Ainuddin, Kamis (21/12/2023).
Ainuddin juga menegaskan, adanya selisih harga antara nilai 5 persen saham milik PT TISE dengan saham yang diakuisisi sebelumnya itu karena kondisi perusahaan yang memang sudah berbeda.

“Akuisisi pertama dilakukan pada tahun 2015. Sementara akuisisi terhadap 5 persen saham miik PT TISE dilakukan tahun 2018. Proses selama tiga tahun telah memperbaikin kondisi perusahaan. Sehingga nilai saham pun berubah. Toh, saksi telah menegaskan kalau mereka membelinya di bawah nilai pasar (under value),” tegas Ainuddin.
Dia menegaskan tidak ada kerugian negara tersebut. “Karena faktanya PT BA justru diuntungkan,” imbuhnya.

Menurut Ainudin PT BA saat ini sudah diuntungkan dengan kinerja PT SBS yang semakin membaik. Dia merujuk pada hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), Jumat 23 Juni 2023. PT Satria Bahana Sarana (SBS) mencatatkan laba bersih Rp 165 miliar pada 2022 atau naik 506 persen dari tahun sebelumnya sebesar minus Rp 44 miliar.
Selain itu, PT SBS untuk tahun buku 2022 juga mencatat total aset perusahaan per 31 Desember 2022 mencapai Rp 1.937 miliar atau naik 112 persen dari tahun sebelumnya Rp 1.728 miliar. | Ojay*

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60