RADAR JAKARTA | Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) tengah mengupayakan pemulangan Reynhard Sinaga, terpidana pemerkosaan asal Indonesia yang saat ini menjalani hukuman seumur hidup di Inggris. Langkah ini menuai sorotan tajam, termasuk kritik dari DPR.
Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional Kemenko Kumham Imipas, Ahmad Usmarwi Kaffah, menyampaikan bahwa pemerintah akan berusaha semaksimal mungkin untuk membawa Reynhard kembali ke Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Ahmad usai menyerahkan terpidana mati Serge Atlaoui kepada pemerintah Prancis di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Selasa (4/2/2025).
“Kami sedang mengupayakan pemulangan Reynhard Sinaga dalam waktu dekat dan akan bernegosiasi dengan Kedutaan Besar Inggris terkait proses ini,” ujar Ahmad. Ia juga menambahkan bahwa orang tua Reynhard menginginkan anak mereka dipulangkan karena kesulitan berkomunikasi selama ia berada di penjara Inggris.
Bukan Transfer Narapidana, tetapi Pertukaran
Proses pemulangan Reynhard disebut berbeda dari mekanisme transfer narapidana yang biasa diterapkan. Pemerintah berencana menggunakan skema pertukaran narapidana (prisoner exchange), yang hingga kini masih dalam tahap negosiasi dengan otoritas Inggris.
Reynhard Sinaga dikenal sebagai predator seksual terbesar dalam sejarah hukum Inggris. Ia divonis bersalah atas 159 kasus pemerkosaan terhadap 48 pria antara 2015 hingga 2017. Modus operandi yang digunakannya adalah membius korban sebelum melakukan pelecehan seksual. Pada 2020, ia dijatuhi hukuman seumur hidup.
Kasus Reynhard kembali menjadi perhatian setelah salah satu korbannya, Daniel, berbicara di dokumenter Catching a Predator yang dirilis BBC. Dalam film tersebut, Daniel mengungkapkan pengalaman traumatisnya, termasuk ketidakmampuannya mengingat kejadian setelah dibius oleh Reynhard di apartemennya di Manchester.
DPR: Tidak Ada Kepentingan Nasional yang Mendesak
Rencana pemulangan Reynhard mendapat respons keras dari Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Andreas Hugo Pareira. Ia mempertanyakan urgensi pemerintah dalam menangani kasus ini.
“Apakah tidak ada hal lain yang lebih penting dibandingkan memulangkan seorang predator seksual?” ujar Andreas. Ia juga menyinggung perbedaan antara pemulangan Reynhard dan program naturalisasi atlet sepak bola yang memiliki manfaat nyata bagi Indonesia di kancah internasional.
Andreas juga mempertanyakan kemungkinan pemerintah memberikan amnesti kepada Reynhard jika ia benar-benar dipulangkan. “Penjara kita sudah penuh, atau apakah ada rencana memberi amnesti? Apa dasar hukum untuk mengamnesti seorang predator seks?” tegasnya.
Hingga saat ini, pemerintah belum memberikan pernyataan lebih lanjut mengenai langkah konkret dalam negosiasi pemulangan Reynhard. Keputusan ini dipastikan akan terus menjadi perdebatan, baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional.***