RADAR JAKARTA|Jakarta – Skandal korupsi kembali mengguncang Indonesia, kali ini melibatkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kalimantan Barat yang diduga merugikan negara hingga Rp1,2 triliun. Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri telah membuka penyelidikan terhadap dugaan korupsi di tubuh PT PLN (Persero).
Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, Brigadir Jenderal Arief Adiharsa, mengonfirmasi bahwa penyelidikan sedang berlangsung dan melibatkan pemeriksaan terhadap jajaran petinggi PLN Pusat sejak awal Februari 2025.
Proyek PLTU yang Mangkrak Sejak 2016
Kasus ini bermula pada tahun 2008 ketika PLN mengadakan lelang proyek PLTU 1 Kalimantan Barat berkapasitas 2×50 MW dengan sumber pendanaan dari PLN sendiri. Konsorsium KSO BRN memenangkan tender tersebut, meskipun diduga tidak memenuhi persyaratan prakualifikasi dan evaluasi teknis.
Kontrak proyek senilai USD 80 juta dan Rp507 miliar—setara dengan Rp1,2 triliun dengan kurs saat ini—ditandatangani pada 2009 oleh RR, Direktur Utama PT BRN, dan FM, Direktur Utama PLN saat itu. Namun, PT BRN kemudian mengalihkan proyek kepada pihak ketiga, yaitu PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok.
Berbagai kendala membuat proyek ini gagal dan terbengkalai sejak 2016, menimbulkan dugaan adanya penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara dalam jumlah fantastis.
Pemeriksaan Berlanjut, Kortastipidkor Usut Kasus Lain di PLN
Selain kasus PLTU di Kalimantan Barat, Kortastipidkor Polri juga tengah menelusuri dua kasus lain yang diduga berkaitan dengan praktik korupsi di PLN. Pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat PLN telah dilakukan pada Senin, 3 Februari 2025. Namun, Arief Adiharsa masih enggan membeberkan lebih jauh mengenai konstruksi dugaan korupsi dan pihak-pihak yang telah diperiksa.
Dugaan Bermuatan Politik?
Sementara itu, kasus ini memicu spekulasi politik. Mantan politikus Demokrat, Ferdinand Hutahaean, menyinggung bahwa proyek PLTU mangkrak pada 2006-2008 merupakan bagian dari 35 PLTU yang gagal dibangun di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia juga mengaitkan pengusutan kasus ini dengan dinamika politik menjelang Pemilihan Presiden 2029, dengan menyebut Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai pihak yang bisa terdampak.
“Ini kuncian untuk leher AHY supaya tidak macam-macam di 2029,” ujar Ferdinand dalam unggahannya di media sosial X, Jumat (7/3/2025).
PLN: Kami Siap Kooperatif
Di sisi lain, Komisaris Independen PLN, Andi Arief, juga mengomentari penyelidikan ini. Ia membenarkan bahwa Kortastipidkor Polri sedang menyelidiki kasus di PT PLN, meskipun detail kasus, tahun kejadian, dan besarnya kerugian negara belum sepenuhnya terungkap.
“Meski belum tahu persis kasusnya apa, tahun berapa, dan berapa besar kerugian negaranya, pihak PLN pasti kooperatif,” kata Andi Arief dalam unggahannya di X.
Namun, ia menegaskan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kinerja PLN tetap baik dengan keuntungan besar dan pelayanan yang meningkat.
Kasus dugaan korupsi ini masih dalam tahap penyelidikan awal. Kortastipidkor Polri diharapkan segera mengungkap lebih jauh konstruksi kasus serta pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam skandal besar ini. (*)
Mega Korupsi di PLN: Dugaan Kerugian Negara Rp1,2 Triliun dalam Proyek PLTU Terbengkalai
