RADAR JAKARTA|Jakarta – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, meluruskan kesalahpahaman publik terkait syarat gaji Rp14 juta untuk membeli rumah subsidi. Ia menegaskan, angka tersebut bukanlah batas minimal, melainkan maksimal penghasilan bagi masyarakat yang ingin mengakses fasilitas perumahan bersubsidi.
“Banyak yang salah paham. Batas penghasilan itu sampai Rp14 juta, bukan mulai dari Rp14 juta. Jadi, orang yang penghasilannya di bawah atau sampai angka itu bisa membeli rumah subsidi,” ujar Maruarar yang akrab disapa Ara di Kantor Kementerian PKP, Jakarta, Rabu (16/4).
Ara menekankan bahwa kebijakan ini justru menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada rakyat. “Kalau saya hanya batasi sampai Rp7 juta, istri satu anak dua, cukup gak? Makanya kita revisi. Supaya makin banyak masyarakat bisa dapat rumah,” tegasnya.
Inklusif untuk Pekerja Informal
Dalam keterangannya, Ara mengungkapkan komitmennya untuk menjadikan program rumah subsidi lebih inklusif, terutama bagi masyarakat berpenghasilan tidak tetap seperti pedagang kaki lima, tukang bangunan, sopir ojek, hingga penjual sayur. Menurutnya, selama ini sistem pembiayaan terlalu kaku karena mengandalkan slip gaji sebagai syarat utama.
“Kalau cuma mengandalkan yang bisa dipotong gaji, ya hanya pegawai negeri, TNI, dan BUMN yang bisa akses. Bagaimana dengan tukang bakso, penjual ayam? Mereka rakyat kita juga, mereka juga berhak atas rumah layak,” katanya.
Ia menyadari, membuka akses bagi sektor informal bukan hal mudah. Namun di situlah peran negara seharusnya hadir. “Kalau hanya ambil kebijakan yang gampang, keadilan gak akan pernah sampai ke wong cilik,” ucapnya tegas.
Strategi Baru dan Kolaborasi Antar-Lembaga
Ara mengungkapkan bahwa Kementerian PKP akan menggelar pertemuan dengan Kementerian Hukum untuk membahas revisi regulasi terkait kriteria penerima manfaat rumah subsidi. Salah satu fokus utama adalah memperbarui batas penghasilan sesuai kondisi ekonomi terkini dan karakteristik daerah.
“Tim kami juga sedang merancang mekanisme penjaminan agar masyarakat tanpa slip gaji tetap bisa mengakses KPR bersubsidi. Ini tidak bisa dikerjakan sendiri, perlu kolaborasi lintas kementerian dan lembaga,” tambahnya.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti yang hadir dalam rapat tersebut menyebut, data ekonomi tunggal nasional milik BPS akan menjadi acuan utama dalam penyesuaian kebijakan bantuan pemerintah, termasuk sektor perumahan.
Menyentuh yang Tak Tersentuh
Lebih dari sekadar angka, kebijakan ini adalah cermin dari keberanian politik untuk menghadirkan keadilan sosial secara nyata. “Kalau kita gak berani menyentuh kelompok yang paling sulit, lalu kapan mereka akan tersentuh? Ini soal nurani,” tutup Ara.
Dengan pendekatan yang lebih adil dan sistemik, Ara ingin memastikan bahwa mimpi memiliki rumah tidak hanya dimiliki mereka yang memiliki slip gaji, tapi juga oleh jutaan rakyat pekerja keras yang selama ini terpinggirkan dalam sistem perumahan nasional.***
Menteri Ara Luruskan Isu Gaji Rp14 Juta untuk Rumah Subsidi
