RADAR JAKARTA| Jakarta – Hadir sebagai ahli pidana yaitu Prof. Dr. Hibnu Nugroho, SH, MH dalam sidang lanjutan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsu (Tipikor) tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya berkaitan vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, bertempat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (11/05/2025).
Diruang sidang tersebut, Hibnu, mengatakan, terdapat tujuh klasifikasi tindak pidana korupsi, yaitu kerugian keuangan negara, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, pemerasan, gratifikasi, suap menyuap,
benturan kepentingan dalam pengadaan. Suap menyuap dalam tindak pidana korupsi awalnya harus ada permufakatan kesepakatan sebagai delik formil, walaupun tidak terjadi suap menyuap tersebut.
Salah satu penasehat hukum Heru Hanindyo yaitu Basuki. Ia mengajukan pertanyaan kepada Hibnu. Apa saja syarat syarat menjadi Justice Collaborator (JC).
“Menjadi Justice Collaborator harus mendapatkan rekomendasi dari LPSK dan bukan pelaku utama dalam tindak pidana tersebut,” ujar Ibnu, menjawab pertanyaan Basuki.
LPSK adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang berwenang menetapkan status Justice Collaborator (JC). Penetapan status JC dilakukan atas pertimbangan dari majelis hakim.
Basuki kembali mengajukan pertanyaan kepada Ibnu. Apakah yang tidak menerima suap menyuap juga terlibat dalam persoalan ini.
“Kalau tidak ada kesepakatan dan tidak ada hubungan konsesus, tidak bisa dikatakan ikut terlibat dalam persoalan tersebut. Apa pembuktiannya,” ujar Ibnu, menjawab pertanyaan dari Basuki.
Kemudian, salah satu Penasehat Hukum Heru Hanindyo yang lain yaitu Candra Cahniya, mengajukan pertanyaan kepada Hibnu. Apa yang disebut syarat syarat tangkap tangan dalam dugaan gratifikasi atau suap.
“Tangkap tangan seharusnya ada barang bukti yang ditemukan saat itu. Kalau tidak ditemukan barang bukti saat itu, namanya bukan tangkap tangan,” kata Hibnu.
Sidang masih berlanjut, menghadirkan ahli forensik digital (Irwan Hariyanto, ST) dan ahli pidana (Prof. Dr. Agus Surono, SH, MH).