RADAR JAKARTA|Flores – Kepolisian Republik Indonesia sebagai lembaga penegak hukum kembali tercoreng oleh ulah oknum anggotanya yang terjerat kasus asusia.
Kapolres Ngada non-aktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja terjerat kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Tak hanya itu, Alumnus SMA Taruna Nusantara angkatan ke-9 itu juga merekam aksi bejatnya, lalu videonya dikirim ke situs porno Australia. Kasus ini menambah daftar panjang keterlibatan anggota kepolisian di kasus kejahatan seksual.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia harus memecat Fajar sebagai polisi dan mengadilinya secara hukum pidana.
“Satu kata, pecat dan proses pidana. Itu sudah mempermalukan institusi penegak hukum dan negara,” kata Bambang, Senin (11/3/2025).
Fajar saat ini menjalani pemeriksaan di Mabes Polri dan sudah dinonaktifkan dari jabatannya sebagai kapolres. Dia diduga mencabuli tiga anak berusia tiga tahun, 12 tahun, dan 14 tahun pada pertengahan 2024.
Kejahatan ini terungkap setelah adanya laporan dari otoritas Australia. Dalam laporan itu ditemukan video asusila anak yang diunggah ke situs porno. Hasil penelusuran, video itu diunggah dari Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Bambang menjelaskan, kekerasan seksual terhadap anak masuk kategori kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime dan the most serious crime atau kejahatan serius. Sehingga pelaku harus dijerat dengan pasal berlapis.
“Mulai pasal kejahatan seksual pada anak, pornografi, maupun Undang-Undang ITE,”ujar Bambang.
Selain itu, kata Bambang, proses hukum harus dijalankan secara transparan tanpa berhenti di sidang etik internal. Dia mendorong agar proses pidana dan persidangan etik dilakukan secara paralel.
Dia menambahkan, karena kejadiannya sudah hampir setahun, maka polisi harus mengembangkan kasus ini dan menelusuri potensi anak-anak lain yang menjadi korban pencabulan Fajar.
“Investigasi harus tuntas dan menyeluruh. Agar tak memunculkan laporan baru lagi pada yang bersangkutan terkait kasus yang sama,” tuturnya.
KPAI Desak Investigasi dan Reformasi Kepolisian Terkait Kasus Kekerasan Seksual
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, menegaskan bahwa tindakan pelaku dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak tergolong sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Menurutnya, TPPO tidak hanya terkait perdagangan manusia, tetapi juga eksploitasi dengan tujuan memperoleh keuntungan.
“Apalagi jika eksploitasi dilakukan dengan membuat konten untuk menghasilkan uang. Ini merupakan bentuk baru dari TPPO,” ujar Ai Maryati.
Ia menekankan bahwa tindakan pelaku adalah kejahatan serius dan mendesak pihak kepolisian untuk menginvestigasi lebih lanjut, termasuk apakah pelaku mendapat keuntungan dari video yang dibuat atau terlibat dalam jaringan konten khusus kekerasan seksual terhadap anak.
Komisioner KPAI, Dian Sasmita, turut mengecam keras tindakan pelaku yang merupakan seorang kapolres.
“Aparat penegak hukum seharusnya melindungi anak, bukan malah melakukan kekerasan terhadap mereka,” tegasnya.
Kasus kekerasan seksual yang melibatkan anggota kepolisian bukanlah hal baru. Berdasarkan catatan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sepanjang Juli 2021 hingga Juni 2022, terdapat 18 kasus kekerasan seksual dengan pelaku dari institusi kepolisian.
Fenomena ini berpotensi menjadi ‘gunung es’, karena kemungkinan besar masih banyak kasus serupa yang tidak terungkap atau tidak dilaporkan. Sementara itu, kasus kekerasan seksual terbaru yang melibatkan anggota kepolisian juga terus terjadi di berbagai wilayah.
Desakan Perbaikan Sistem Rekrutmen dan Pengawasan
KPAI mendesak adanya perbaikan dalam proses rekrutmen, pelatihan, serta pengawasan terhadap anggota kepolisian guna mencegah kasus serupa terulang di masa depan. Pengawasan ini terutama harus difokuskan pada penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran etik, agar kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum tetap terjaga.
“Institusi kepolisian harus benar-benar menjadi pelindung masyarakat, bukan ancaman bagi anak-anak yang rentan,” tegas Dian.
Selain itu, pemulihan kesehatan fisik dan mental bagi para korban juga harus menjadi prioritas. Negara harus hadir dalam memastikan keamanan dan perlindungan bagi korban selama proses hukum berlangsung.
“Termasuk memastikan hak restitusi korban terpenuhi serta menyediakan rehabilitasi psikologis dan sosial yang komprehensif dengan melibatkan tenaga profesional,” tambah Dian.
Sebagai langkah konkret, KPAI akan berkoordinasi dengan berbagai lembaga terkait, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kementerian Sosial, serta UPTD PPA Nusa Tenggara Timur.
“Kami memastikan adanya langkah nyata dalam perlindungan hak-hak anak yang menjadi korban kekerasan,” tutup Dian.
AKBP Fajar Widyadharma Diperiksa Terkait Dugaan Kasus Narkoba dan Asusila
Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, tengah menjalani pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri terkait dugaan penyalahgunaan narkotika dan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Hingga kini, hasil pemeriksaan masih belum diumumkan.
“Hasil pemeriksaannya masih dalam proses. Nanti akan kami update melalui Propam,” ujar Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Sandi Nugroho, di Jakarta Selatan, Senin (10/3).
Sandi menegaskan bahwa Polri akan mengambil tindakan tegas terhadap setiap personel yang terbukti melanggar hukum, termasuk dalam kasus yang melibatkan AKBP Fajar. “Anggota yang terbukti bermasalah, apapun pangkatnya, akan ditindak. Itu komitmen Pak Kapolri,” tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa, juga menegaskan bahwa seluruh anggota kepolisian yang terlibat dalam kasus narkoba akan diberikan sanksi tegas sesuai aturan yang berlaku.
Dalam pernyataan resminya pada Selasa (4/3), Divpropam Polri mengonfirmasi bahwa kasus ini telah ditangani dan AKBP Fajar telah diperiksa oleh Biro Paminal Divpropam Polri. Namun, rincian hasil pemeriksaan masih menunggu keputusan lebih lanjut.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berkomitmen untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas di tubuh Polri. “Polisi yang berprestasi akan mendapatkan promosi sesuai kompetensinya, sementara yang melanggar akan ditindak tegas,” tegas Sandi.
Saat ini, Polri masih mendalami kasus AKBP Fajar, dan publik diimbau untuk menunggu perkembangan lebih lanjut terkait proses hukum yang dijalani perwira menengah tersebut. (*)
Dugaan Kejahatan Luar Biasa: Kapolres Ngada Terjerat Kasus Kekerasan Seksual
