Mega Korupsi atau Mega Kriminalisasi? PT Timah Tbk dalam Sorotan Kasus Hukum Terbesar

Mega Korupsi atau Mega Kriminalisasi? PT Timah Tbk dalam Sorotan Kasus Hukum Terbesar
Mega Korupsi atau Mega Kriminalisasi? PT Timah Tbk dalam Sorotan Kasus Hukum Terbesar
banner 468x60

RADAR JAKARTA | Jakarta – Perkara korupsi pada PT. Timah Tbk yang disebut-sebut sebagai “Mega Korupsi Tata Timah” dengan kerugian negara yang mencapai Rp 300 triliun, menjadi isu nasional yang sangat kontroversial.

Legal Opinion (LO)/pendapat hukum Dr. Andi Kusuma., S.H., M.Kn., CTL, bahwa sejak awal, Kejaksaan Agung RI melalui penyidik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah membangun narasi, bahwa kasus ini adalah mega korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Namun bila dilihat, jika dianalisis secara objektif dengan pendekatan berpikir terbalik, kasus ini justru seolah mengarah pada “Mega Kriminalisasi Hukum” terfantastis dalam sejarah hukum Indonesia terhadap kebijakan bisnis yang sah.

Menurutnya, dalam perkara ini Kejaksaan Agung, seolah berubah menjadi bak ahli “tata niaga” usaha mengalahkan ahli ekonomi bisnis.

Dr. Andi menyebutkan, saat ini hampir semua tata niaga usaha dikonstruksikan menjadi kasus hukum dengan menggunakan jerat pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana didakwakan pada perkara tata niaga timah dalam kasus PT Timah, Tata Niaga Sawit dalam kasus PT Dapo Agro Makmur (DAM).

Sementara itu ada perkara terbaru yang sedang di tangani Kejaksaan Agung Republik Indonesia yaitu perkara tata niaga minyak mentah dalam kasus pertamina. Seluruh perkara tersebut telah dikonstruksikan atas kerugian negara dengan nilai yang sangat bombastis.l

Memang sejak awal, kasus ini telah diframing sebagai “mega korupsi,” dengan narasi yang dikendalikan oleh media mainstream dan berbagai akun buzzer hukum yang secara sistematis membangun opini publik bahwa di Bangka Belitung atau di PT. Timah Tbk adalah sarang kejahatan ekonomi pertambangan.

Perilaku sistem tata niaga pertambangan timah yang terbentuk sejak kebijakan reformasi ekonomi dan otonomi daerah sejak tahun 2000 an dianggap sebagai tindakan melawan hukum atau tindak pidana korupsi ketimbang karena kegagalan sistemik atas regulasi dan pengawasan.

Sementara itu, sejak tahun 1999, timah tidak lagi dikategorikan sebagai komoditas strategis, sehingga PT. Timah Tbk harus menghadapi persaingan pasar bebas.

Dalam situasi ini, muncul berbagai smelter swasta yang mulai menguasai rantai pasokan timah dengan membeli langsung dari tambang rakyat dan atau cukong kolektor timah.

Penerapan konsep cash and carry atau pembayaran cepat dengan harga diatas PT Timah dan mengikuti perkembangan harga pasar dunia menyebabkan Smelter Swasta menang dibanding PT Timah Tbk.

Akibatnya, PT. Timah Tbk mulai kehilangan cadangan bijih timahnya karena para penambang rakyat atau pedagang pengumpul (kolektor) timah lebih memilih menjual ke smelter swasta dengan harga lebih tinggi.

Dampaknya tambang rakyat semakin marak dan secara perekonomian sektor pertambangan timah menjadi sumber pendapatan utama masyarakat Bangka Belitung. Sektor pertimahan menjadi growth pole economy sector.

Untuk mengatasi masalah ini, PT. Timah merancang Program Pengamanan Objek Vital (Pamovit), yang kemudian berkembang menjadi program kemitraan dengan IUJP dan Borongan Jasa Pengangkutan Sisa Hasil Produksi (SHP).

Kebijakan ini memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan produksi dan pendapatan perusahaan. Secara Produksi dan finansial, kebijakan ini berdampak positif terhadap kinerja PT. Timah Tbk, yang dapat dilihat dari data informasi laporan tahunannya.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60