Tuntutan Keadilan Bergulir dalam Kasus Sengketa Tanah Ibu Henny Syiariel di Halmahera Utara

Tuntutan Keadilan Bergulir dalam Kasus Sengketa Tanah Ibu Henny Syiariel di Halmahera Utara
Tuntutan Keadilan Bergulir dalam Kasus Sengketa Tanah Ibu Henny Syiariel di Halmahera Utara
banner 468x60

RADAR JAKARTA | Jakarta  – Kasus sengketa tanah yang melibatkan Ibu Henny Syiariel, seorang warga berusia 70 tahun, kembali bergulir dengan tuntutan keadilan yang kuat. Ibu Henny, yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanahnya, tengah berjuang melawan tuduhan dugaan pemalsuan surat tanah yang diajukan oleh pihak-pihak yang meragukan keabsahan dokumen tersebut. Namun, kuasa hukum yang mewakili Ibu Henny, Dhimas Yemahura, S.H., menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya merupakan langkah yang tidak tepat dan tidak didasarkan pada bukti yang jelas.

Menurut Dhimas Yemahura, laporan yang mengklaim bahwa surat yang digunakan oleh Ibu Henny dalam transaksi jual beli tanah dianggap palsu, tidak didukung oleh bukti yang memadai. “Kasus ini lebih terkait dengan sengketa batas tanah yang hanya sekitar 6 meter, yang seharusnya dapat diselesaikan melalui mediasi atau jalur hukum perdata, bukan dengan tuduhan pemalsuan surat yang tidak berdasar,” ujar Dhimas Yemahura di Mabes Polri, Rabu (19/2/2025).

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Dhimas menambahkan bahwa proses administrasi dalam penerbitan SHM tidak seharusnya dijadikan dasar untuk penyidikan pidana. “Masalah yang ada lebih berfokus pada administrasi tanah dan sengketa batas, bukan pemalsuan surat. Klien kami merasa tidak ada kerugian yang ditimbulkan oleh surat yang disebutkan dalam laporan,” lanjutnya.

Selain itu, kuasa hukum ini juga mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi kesehatan Ibu Henny yang semakin memburuk setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Bahkan, Ibu Henny kini tercatat sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO), meskipun tidak ada bukti kuat yang mendukung dugaan pemalsuan surat. “Prosedur penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dinilai tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku, mengingat tidak ada pemeriksaan laboratorium forensik terkait dugaan pemalsuan surat tersebut,” jelas Dhimas Yemahura.

Lebih lanjut, Dhimas Yemahura mengingatkan bahwa surat yang dipermasalahkan dalam kasus ini tidak menimbulkan hak apapun dan tidak memiliki waarmerking notaris, sehingga tidak ada dasar hukum untuk menetapkan Ibu Henny dan notaris yang terlibat sebagai tersangka.

Sebagai langkah selanjutnya, Dhimas Yemahura meminta agar permasalahan ini diselesaikan melalui jalur mediasi. “Kami berharap agar pihak berwenang dapat lebih bijaksana dalam menyikapi masalah ini. Mediasi adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan sengketa ini, tanpa merugikan pihak yang tidak bersalah,” ungkapnya.

Selain itu, kuasa hukum juga menyoroti adanya dugaan mafia pertanahan yang melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kepolisian, yang disebut-sebut melindungi pihak-pihak yang merampas tanah milik Ibu Henny. Ia berharap agar masalah ini mendapat perhatian serius dari pihak berwenang.

Dhimas Yemahura juga mengajukan permohonan kepada Presiden Republik Indonesia, Kapolri, Menteri Agraria, Menteri Hukum, dan Menteri Hak Asasi Manusia, serta instansi terkait lainnya, untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap masalah ini. “Kami mendesak agar kasus ini segera ditindaklanjuti dengan memberikan keadilan kepada Ibu Henny Syiariel dan mencegah praktik mafia pertanahan yang merugikan masyarakat,” tambahnya.

Dengan perkembangan kasus ini, diharapkan pihak berwenang dapat mengambil langkah bijaksana, menyelesaikan permasalahan secara administratif, dan mengutamakan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60