RADAR JAKARTA| Bogor – Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menyampaikan pidato politik dalam perayaan puncak HUT ke-17 partainya yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (15/2/2025) pagi. Dalam pidatonya, Prabowo menyoroti berbagai isu nasional dan visi partainya ke depan.
Di akhir pidatonya, Menteri Pertahanan sekaligus Presiden RI ke-8 itu menutup dengan pembacaan sebuah sajak yang mengandung makna mendalam tentang pengorbanan dan perjuangan. Sajak tersebut merupakan kutipan dari pesan yang ditemukan di saku seorang perwira muda yang gugur dalam pertempuran di Banten pada tahun 1946.
“Kita tidak sendirian, beribu-ribu orang bergantung kepada kita. Rakyat yang tak pernah kita kenal, rakyat yang mungkin tak akan pernah kita kenal. Tetapi apa yang kita lakukan sekarang, akan menentukan apa yang terjadi kepada mereka.”
Sajak ini memiliki makna sejarah yang erat dengan keluarga Prabowo. Pesan tersebut berasal dari Letnan Satu Soebianto Djojohadikoesoemo, paman Prabowo, yang gugur dalam Pertempuran Lengkong pada 25 Januari 1946. Dalam peristiwa tersebut, Soebianto berjuang bersama dua perwira Polisi Tentara Resimen IV Tangerang dan 33 taruna Akademi Militer (AM) Tangerang, termasuk adiknya, Soejono.
Tragedi Berdarah di Pertempuran Lengkong
Pertempuran Lengkong terjadi saat pasukan yang dipimpin Mayor Daan Mogot berusaha melucuti senjata tentara Jepang di Lengkong, Serpong, Tangerang. Misi ini awalnya dirancang sebagai operasi damai, namun berubah menjadi tragedi berdarah akibat kesalahpahaman.
Sekitar pukul 16.00 WIB, pasukan Indonesia tiba di markas Jepang yang terletak di tengah kebun karet di Desa Lengkong Wetan. Mayor Daan Mogot bersama beberapa perwira memasuki kantor Kapten Abe, pemimpin tentara Jepang di Lengkong, untuk bernegosiasi. Sementara itu, di luar ruang perundingan, para taruna di bawah komando Letnan Satu Soebianto dan Letnan Soetopo mulai mengumpulkan senjata Jepang.
Ketegangan memuncak ketika tiba-tiba terdengar letusan senjata. Diduga, seorang taruna yang sedang mengamati senjata baru secara tidak sengaja memicunya. Situasi pun berubah drastis. Tentara Jepang yang awalnya telah menyerahkan senjata kembali merebutnya dan langsung menyerang para taruna.
Para taruna muda yang baru dua bulan menjalani pendidikan militer berusaha melawan, tetapi mereka menghadapi kendala teknis. Senjata karaben yang mereka gunakan tidak dilengkapi klip peluru, sehingga peluru harus dimasukkan satu per satu secara manual. Kondisi ini membuat mereka kesulitan bertahan dalam pertempuran yang tidak seimbang melawan pasukan Jepang yang lebih berpengalaman dan memiliki persenjataan lebih lengkap.
Mayor Daan Mogot berusaha menghentikan pertempuran dengan berlari keluar dari markas, namun upayanya sia-sia. Pertempuran terus berlangsung hingga malam hari, menelan banyak korban jiwa. Letnan Satu Soebianto dan puluhan taruna lainnya gugur dalam usia muda, berkisar antara 16 hingga 24 tahun.
Peristiwa ini menjadi salah satu tragedi bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, menggambarkan pengorbanan besar para pemuda dalam mempertahankan tanah air.
Penghormatan kepada Para Pahlawan
Dengan membacakan sajak tersebut, Prabowo Subianto tidak hanya mengenang perjuangan keluarganya, tetapi juga mengingatkan bangsa akan pentingnya semangat pengorbanan dan dedikasi para pahlawan.
Peristiwa Lengkong menjadi simbol keberanian generasi muda dalam menghadapi tantangan, sebuah pesan yang relevan hingga saat ini. Di hadapan ribuan kader Gerindra, Prabowo menegaskan bahwa semangat para pejuang harus terus hidup dalam perjuangan membangun bangsa yang lebih kuat dan berdaulat.***
Prabowo Subianto Bacakan Sajak Heroik di HUT ke-17 Partai Gerindra, Terinspirasi dari Sejarah Keluarganya
