Diduga Mark Up, KPK Didesak Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata

banner 468x60

Radarjakarta.id | JAKARTA
 – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan Polri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Laporan tersebut menyoroti kejanggalan dari dua proyek pengadaan Pepper Projectile Launcher Polda Metro Jaya pada tahun anggaran 2022 dan 2023..

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Aliansi Masyarakat Sipil itu terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Pers, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), PSHK, Kontras, Remotivi, ICJR, dan Greenpeace.

“Dugaan indikasi mark up ini mencapai Rp26 miliar, ini sudah sampaikan kepada pimpinan KPK, termasuk pada bagian pengaduan masyarakat agar segera ditindaklanjuti,” ucap Perwakilan koalisi, Anggota Divisi Investigasi ICW Agus Suryanto, usai membuat laporan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/9/2024).

Diduga adanya indikasi mark up atau kemahalan harga yang dilakukan oleh panitia pengadaan barang mencapai Rp 26 miliar.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan dugaan korupsi pengadaan gas air mata tersebut lantaran merasa prihatin atas penanganan aksi demonstrasi yang cenderung menggunakan kekerasan termasuk penggunaan gas air mata.

Adapun secara spesifik, terdapat 2 (dua) proyek pengadaan gas air mata yang menjadi objek dari laporan ini, antara lain pengadaan Pepper Projectile Launcher Polda Metro Jaya Berikut Pengiriman APBN T.A. 2022 dengan nilai proyek sebesar Rp 49.860.450.000 dan Pepper Projectile Launcher Polda Metro Jaya Program APBN SLOG Polri TA. 2023 dengan nilai proyek sebesar Rp 49.920.000.000.

Koalisi juga menyoroti sikap Polri yang dinilai kurang kooperatif dalam memberikan informasi terkait proyek pengadaan tersebut. Permohonan informasi publik yang diajukan oleh koalisi sejak Agustus 2023 lalu, hingga kini belum mendapat respons yang memuaskan.

Pertama, dugaan adanya persengkongkolan tender dengan mengarahkan pada merek tertentu. Patut diduga kuat bahwa pihak yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam dua proyek pengadaan tersebut, menyusun spesifikasi teknis yang mengarahkan pada produk yang spesifik hanya dapat disuplai oleh satu perusahaan peserta tender saja, yakni PT TMDC. Adapun produk Pepper Projectile Launcher yang dimaksud adalah Byrna. Dalam pemantauan koalisi, tidak ada perusahaan lain yang mendistribusikan senjata model tersebut di Indonesia, selain PT TMDC.

Kedua, dugaan pemilik perusahaan pemenang tender merupakan anggota Kepolisian atau setidak-tidaknya memiliki relasi dengan anggota Kepolisian. Dalam dokumen akta perusahaan diketahui bahwa PT TMDC dimiliki oleh pria berinisial SL selaku Direktur. Berbekal dokumen tersebut, koalisi kemudian menemukan alamat SL, dan berdasarkan hasil penelusuran melalui aplikasi google street view, terdapat mobil yang berplat polisi terparkir di depan rumahnya pada tahun 2018. Hasil penelusuran ini juga diperkuat dengan hasil liputan salah satu media yang berdasarkan kesaksian dari warga sekitar rumah SL, mengkonfirmasi bahwa benar mobil SL memakai plat Kepolisian. Tidak hanya itu, berdasarkan keterangan warga, rumah SL seringkali didatangi aparat Kepolisian saat hari besar keagamaan.

Ketiga, dugaan penggelembungan harga pembelian barang. Sebagaimana sudah disampaikan sebelumnya bahwa, total kontrak yang dimenangkan oleh PT TMDC terhadap dua paket pengadaan gas air mata selama dua tahun, total kontraknya Rp 99.780.450.000 dengan jumlah volume sebanyak 3.421 unit (T.A. 2022 sebanyak 1.857 unit dan T.A. 2023 sebanyak 1.564 unit). Adapun berdasarkan keterangan pers Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, komponen yang dibeli antara lain: Pistol Bryna LE Launcher (Universal Kit), Bryna CO2 Gas (20 pcs) beserta oiler (1 set), 55 pcs Pepper (OC) dan 55 pcs Max (OC+CS) Bryna Projectiles, Extra Magazines (2 pcs), dan Holster chest (1 pcs) serta magazine pouch (1 pcs).

Mengetahui informasi mengenai rincian komponen yang dibeli, koalisi kemudian menelusuri informasi mengenai harga tiap komponennya untuk melakukan perbandingan harga.

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan berdasarkan informasi harga di website resmi Byrna sebagai produsen barang yang dibeli, maka biaya yang sepatutnya dihabiskan oleh Polri dari dua paket pengadaan tersebut  hanya sebesar Rp 73.268.187.659.

Artinya, terdapat selisih yang diduga dengan sengaja digelembungkan dari total nilai proyek, yakni sebesar Rp 26.452.712.341.

Hasil analisis, Kepolisian membuka kontrak pengadaan gas air mata, sejak 30 Agustus 2023 lalu. Namun, Polri berkali-kali menolak untuk membuka informasi tersebut. Sikap Kepolisian ini kemudian patut dilihat sebagai indikasi awal adanya pelanggaran terhadap proses pengadaan barang dan jasa, bahkan mengarah pada potensi korupsi.

Urgensi untuk menindaklanjuti laporan koalisi ini juga menguat tatkala dalam beberapa hari belakangan, sejumlah aksi protes yang dilakukan oleh elemen masyarakat mengalami tindakan represif aparat Kepolisian. Tidak sedikit korban yang mengalami luka-luka akibat tindakan aparat, salah satunya akibat penggunaan gas air mata yang berlebihan hingga berdampak fatal terhadap korban seperti yang terjadi dalam tragedi Kanjuruhan, alang pada Oktober 2022 lalu. (*)


banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60