Berikut saya ambil catatan dari penulis Nauval Mutahar;
Kisah para pejuang Habaib melawan penjajah di bumi Nusantara before after Kemerdekaan ’45!
Nauval Mutahar: Ente Sudah Buat Apa???
Saya terkejut ketika ada oknum kyai dengan berapi-api di atas mimbar menceritakan perjuangan para ulama melawan penjajah.
Lalu dengan nada sinis mengirimkan pesan kepada kaum Sadah Baalawi ‘Ente Ada Dimana?’.
Maksudnya, dimana peran para sadah Ba’alawi ketika perjuangan fisik melawan penjajah. Lalu disambung lagi dengan kalimat tegas ‘Tidak ada’.
Baiklah, akan coba saya uraikan jawaban untuk oknum kyai tersebut agar kita bisa berpikir jernih…!!
Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang/1767-1852) dan dibantu oleh gurunya yang kemudian dijadikan menantunya yaitu Sayid Umar bin Muhammad Assegaf mengobarkan perang melawan Belanda dan Inggris di Palembang.
Sang Sultan dan Sang Sayid beserta keluarga besarnya pun ditangkap dan diasingkan ke Ternate sampai wafat. Kelak Sayid Abdullah bin Umar Assegaf juga diasingkan ke Tondano Sulawesi karena melawan kolonial.
Ketika pecah Perang Jawa (1825-1830) yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro terdapat banyak Sadah Alawi yang berada di barisan Diponegoro.
Diantaranya Sayid Hasan bin Alwi Baabud yang menjadi komandan Resimen lalu mendapat gelar Tumenggung Samparwadi. Ayahnya Sayid Alwi datang dari Hadramaut.
Dan di antara Sadah Alawi yang berjuang bersama Diponegoro adalah Sayid Husin bin Yahya, Sayid Usman bin Yahya, Sayid Umar bin Abdurrahim Basyaiban atau Raden Sutodono, Sayid Awud bin Husin bin Yahya atau Raden Aryo Diwiryo. Kesemuanya di Wonosobo. Dan banyak para Sayid yang rela mengganti namanya menjadi nama Jawa, agar tidak ditangkap oleh Belanda.