Radarjakarta.id | DEPOK – Miris. Derita yang menimpa Saad Fadhil Sa’di.
Pria tua renta yang kini menginjak usia 82 tahun itu ditetapkan sebagai terdakwa.
Ya, dia ditetapkan sebagai terdakwa atas tanah yang dibelinya secara sah di Jalan Pramuka Ujung, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Saad Fadhil Sa’di warga Beji, Kota Depok ini terpaksa menjalani proses persidangan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sejak 24 Juli 2024 lantaran dituduh memalsukan surat tanah girik yang dibelinya.
Adnan Parangi selaku kuasa hukum Saad Fadhil Sad’i menyebut penetapan tersangka kliennya sangat tidak cermat dan menunjukkan perilaku zalim.
“Beliau telah melakukan pembelian lahan melalui notaris dibuktikan dengan AJB dan dokumen lainnya lengkap dan mengikat, ini kriminalisasi,” terang Adnan kepada wartawan, Kamis, 1 Agustus 2024.
Saad Fadhil Sa’di dengan kondisi tubuh yang tidak lagi bugar dipaksa menjalani proses sidang yang panjang dan melelahkan setelah ditetapkan tersangka oleh Mabes Polri.
“Saad Fadhil Sa’di dilaporkan atas dugaan tindak pidana pemalsuan Girik oleh pihak PT Bumi Tentram Waluyo (BTW) ke Mabes Polri pada tanggal 12 Januari 2024,” kata Adnan.
Parahnya, pihak pelapor tidak menggunakan alas hak kepemilikan tanah yang sah. Hanya, berdasarkan pada Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) dan SP3L (Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi) yang menyebabkan Saad Fadhil menjadi terdakwa.
Kondisi saat ini, sambung Adnan, Saad Fadhil dipakaikan gelang kaki yang digunakan oleh jaksa untuk mendeteksi keberadaannya (tahanan kota).
Kronologi:
Saad Fadhil Sa’di memiliki dua tanah. Pertama berasal dari Girik C 29 yang dibeli dari Mariatun.
Pembelian ini berdasarkan AJB No. 119 tahun 1982. Dengan notaris Joenoese E Maogimon SH. Seluas 2200 M2.
Lahan kedua, girik No. C No. 396. Girik ini diperoleh dari Djaonah dan Suhaman. Lahan tersebut diberikan kepada Saad fadhil berdasarkan surat kuasa penuh.
Kemudian, diketahui, sambung Adnan, berdasarkan dakwaan jaksa PT BTW mengecek ke Kelurahan Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, soal keaslian girik tersebut.
“Namun, pihak PT BTW tidak menemukan arsipnya di kelurahan atau kecamatan,” ungkap Adnan.
PT BTW berdalih memiliki SIPPT dan SP3L yang berasal dari tanah ex eigendom verponding (tanah hak milik di zaman Belanda).
Atas dasar tersebut, pihak PT BTW melaporkan Saad Fadhil Sa’di ke Mabes Polri yang saat ini kasusnya memasuki tahapan persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Perlu kami tegaskan bahwa Saad Fadhil Sa’di adalah pembeli yang beritikat baik, taat dan patuh terhadap asas transaksi jual beli tanah yakni (tunai, terang dan publisitas). Sudah seharusnya beliau mendapatkan perlindungan hukum, bukan sebaliknya justru terkesan di persekusi,” terangnya.
Keaslian Girik
Saat Saad Fadhil Sa’di telah memenangkan tiga putusan pengadilan yakni Pengadilan Tata Usaha Negara yang pada pokoknya menyatakan SIPPT milik pelapor dalam hal ini PT BTW batal demi hukum atau tidak sah.
“Putusan Pengadilan Jakarta Pusat secara perdata, menyatakan bahwa Saad Fadhil merupakan pemilik yang sah dan berhak atas sebidang tanah girik C 396 tersebut,” jelasnya.
Kemudian, PT BTW menggugat kembali secara perdata Saad Fadhil Sa’di. Hasilnya tetap dimenangkan kembali oleh pemilik girik.
“Amarnya menyatakan bahwa, Saad Fadhil Sad’i (tergugat) tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Sah sebagai pemilik tanah berdasarkan girik yang dimilikinya,” terangnya.
Terkait progres perkara tersebut, saat ini Saad Fadhil Sa’di bersama kuasa hukumnya telah mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum.
“Pada pokoknya, kami meminta majelis hakim yang menangani perkara harus menyatakan batal dakwaan jaksa, karena dibuat tidak cermat, tidak jelas serta tidak lengkap,” tegasnya.
Hal ini berdasarkan UU Agraria, Pasal 16, SIPPT dan SP3L bukanlah bukti kepemilikan tanah, sehingga pelapor tidak memiliki legal standing sebagai pelapor.
“Sampai hari ini kami tidak mengetahui, apa yang menjadi dasar penyidik yang menyatakan girik tersebut palsu,” ungkapnya.
Pasalnya, pihak Saad Fadhil Sa’di tidak pernah melihat girik aslinya sebagai pembanding.
“Sekalipun girik tersebut palsu, maka yang harus dipidana adalah penjual. Sebab, girik tersebut bukan atas nama klien kami, terbukti hanya membeli,” tandas Adnan.
“Akibat dari prosedur hukum yang tidak dijalankan kurang cermat maka klien kami tidak dapat menggunakan lahannya, beliau justru ditetapkan sebagai tersangka dan mengalami kerugian materi sekitar Rp 296 miliar,” ungkap Adnan Parangi.
Terakhir, Adnan Parangi selaku kuasa hukum menyatakan bahwa dengan adanya beberapa putusan yang telah inkrah maka hak kepemilikan tanah tersebut mutlak menjadi milik klien kami.
Sebab, Lebih baik melepaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.
“Pakailah hati nurani. Jangan sebatas sahwat, lalu mengorbankan jiwa dan raga seseorang,” pungkas Adnan Parangi.