Namun, program-program yang diusung populis sering kali tidak realistis dan hanya mempermainkan harapan rakyat. Ini mengakibatkan rakyat menjadi korban dari janji-janji yang tidak terpenuhi.
Megawati menyadari bahaya populisme ini dan selalu menekankan pentingnya pemimpin yang memiliki keutamaan (arate) dan tanggung jawab moral. Populisme politik menjerumuskan rakyat miskin menjadi korban dari cara-cara berpolitik yang manipulatif.
Kampanye populis sering kali memanfaatkan emosi dan ketidakpuasan rakyat tanpa menawarkan solusi yang nyata dan berkelanjutan. Megawati mengingatkan bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan nalar demokrasi. Dalam demokrasi yang sehat, rakyat memilih pemimpinnya berdasarkan rekam jejak yang baik dan tanggung jawab moral untuk memperjuangkan kesejahteraan mereka.
Untuk menghadapi tantangan populisme dan kapitalisme dalam Pilkada serentak yang akan datang, penting untuk meningkatkan pendidikan politik di kalangan masyarakat. Organisasi memiliki peran strategis dalam mendidik pemilih agar tetap menjaga akal sehat mereka. Pemilih harus diajarkan untuk memilih sesuai dengan moral, nilai, dan kewarasan politik, bukan sekadar terpengaruh oleh janji-janji manis yang tidak realistis. Pendidikan politik yang baik akan membantu masyarakat memahami pentingnya memilih pemimpin yang memiliki rekam jejak yang baik, tanggung jawab moral, dan komitmen untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Pemilih yang rasional akan memilih pemimpin yang tidak ingkar janji dan yang antara kata dan perbuatan satu kesatuan. Dalam era digital, sangat penting untuk memutus tali-temali populisme yang hanya mencari kepentingan pribadi dan bukan untuk kepentingan rakyat banyak.
Salah satu ciri khas dari kepemimpinan Megawati adalah sikapnya yang tidak kompromi terhadap kekuasaan yang cenderung menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusionalisme.
Megawati selalu menegaskan bahwa penggunaan kekuasaan harus selalu berada dalam batas-batas yang ditetapkan oleh konstitusi dan hukum. Ketika kekuasaan berpotensi untuk disalahgunakan atau digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, Megawati tidak segan-segan untuk menentang dan menyuarakan kebenaran.
Sikap ini terlihat dalam berbagai kontroversi politik dan konstitusional yang terjadi selama karier politiknya. Misalnya, dalam kasus pemecatan Presiden Abdurrahman Wahid, Megawati memilih untuk mengikuti prosedur konstitusional dengan meminta sidang istimewa MPR untuk mengambil keputusan, meskipun hal ini menuai kritik dan perdebatan di kalangan publik.
Seorang pemimpin yang tidak hanya berfokus pada kekuasaan tetapi juga pada moralitas dan filsafat politik, Megawati percaya bahwa kebenaran harus diungkapkan tanpa penutupan, meskipun hal ini sering kali tidak menyenangkan bagi mereka yang berkuasa atau memiliki kepentingan politik tertentu.Pemikiran filsafatnya memberikan dimensi tambahan pada kepemimpinannya, dengan menempatkannya sebagai sosok yang tidak hanya berbicara tentang kekuasaan tetapi juga tentang tanggung jawab moral dan intelektual dalam menjalankan kepemimpinan. Megawati percaya bahwa politik harus dipandu oleh prinsip-prinsip moral dan etika, dan bahwa pemimpin harus bertanggung jawab tidak hanya kepada rakyat tetapi juga kepada nilai-nilai moral yang tinggi.