Stafsus BPIP, Antonius Benny Susetyo: Keadaban Kepolisian Republik Indonesia

banner 468x60

Antonius Benny Susetyo,Staff khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

Radarjakarta.id | JAKARTA — Kinerja kepolisian sering menjadi sorotan utama dalam masyarakat Indonesia. Kepuasan masyarakat terhadap Polri yang cukup tinggi seharusnya tidak hanya dijadikan patokan utama, tetapi harus menjadi momentum untuk terus meningkatkan keadaban kepolisian.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Keadaban ini bukan sekadar tentang membangun citra positif, melainkan bagaimana polisi bisa mewujudkan nilai-nilai Pancasila sebagaimana dicita-citakan oleh Bung Karno. Dengan berbagai tantangan di era digital dan kemajuan teknologi informasi, kita perlu merenungkan kembali peran kepolisian yang lebih humanis dalam menghadapi kejahatan non-konvensional seperti kasus Vina di Cirebon dan kasus-kasus kekerasan lainnya. Polri harus dibangun tidak hanya untuk menjaga keamanan tetapi juga untuk melindungi dan mengayomi rakyat Indonesia dengan pendekatan yang persuasif.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang ditandatangani Megawati Soekarnoputri pada tanggal 8 Februari 2002, menjadi landasan penting bagi kemandirian Polri. Undang-undang ini menegaskan bahwa Polri terpisah dari ABRI, yang memberikan kesempatan bagi Polri untuk lebih profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, serta pelindung dan pelayan masyarakat.

Pemisahan ini memberikan peluang bagi Polri untuk mengembangkan paradigma baru dalam pendekatan pemeliharaan ketertiban umum, sesuai dengan amanat undang-undang.

Upaya Megawati dalam memisahkan TNI dan Polri harus menjadi dasar bagi pembangunan keadaban kepolisian. Polri masa depan harus bertugas menjadi penjaga, pemelihara, dan pemberi kepastian hukum kepada masyarakat. Pendekatan yang bersifat represif, yang hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas, harus ditinggalkan. Kepolisian harus mengambil jarak dari kepentingan politik sesaat, terutama menjelang pemilihan kepala daerah serentak unyuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota.
Kepolisian harus kembali kepada rohnya, yaitu dekat dengan nadi masyarakat.

Bung Karno pernah mengatakan bahwa kepolisian harus mendengar aspirasi rakyat, turut terlibat dalam suka dan duka, serta kecemasan masyarakat.

Kepolisian tidak hanya perlu memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menjaga ketertiban umum (logos) dan kinerja yang lebih efisien dan bersih dari kepentingan KKN (etos), tetapi juga harus memiliki rasa empati (pathos). Pathos ini adalah kemampuan untuk merasakan derita rakyat sebagai derita mereka sendiri.

Dengan memiliki keadaban, kepolisian dapat berpikir, bertindak, bernalar, dan berelasi dengan baik. Keadaban ini mencakup keutamaan seorang polisi dalam mengembalikan jiwa bayangkara di dalam hati nuraninya. Polisi masa depan dituntut untuk memiliki mindset baru dalam pendekatan keamanan yang lebih humanis, memberikan kepastian hukum, melindungi yang lemah, dan tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politik sesaat.
Kepolisian harus bisa menjaga rasa kedamaian, kenetralan, dan keadilan dalam masyarakat.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60