Radarjakarta.id | JAKARTA — Kanal S.A menyelenggarakan sebuah acara diskusi bertajuk Ruang Dialetika yang membahas topik yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat: pemberian izin pengelolaan tambang kepada organisasi masyarakat (Ormas) berbasis keagamaan.
Acara tersebut menghadirkan Antonius Benny Susetyo, staf khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), sebagai narasumber, diskusi yang berlangsung selama satu jam ini mencoba mengupas berbagai sisi dari keputusan kontroversial tersebut, dengan fokus utama pada implikasi etis, normatif, dan praktis dari pemberian konsesi tambang kepada Ormas keagamaan.
Antonius Benny Susetyo, yang dikenal sebagai tokoh yang vokal dalam mengedepankan nilai-nilai Pancasila, menegaskan kembali pentingnya nilai-nilai tersebut dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Benny memulai diskusi dengan menegaskan bahwa Pancasila harus selalu menjadi pedoman utama dalam bernegara.
Menurutnya, nilai-nilai Pancasila tidak hanya relevan bagi warga negara biasa, tetapi juga harus diinternalisasi oleh Ormas dan elit politik. “Pancasila adalah penuntun bagi jalannya bernegara untuk menempatkan keadilan dan kesejahteraan di tangan rakyat, bukan di elit.
Ketuhanan yang Maha Esa itu harus diinternalisasi sebagai memiliki rasa kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan,” ujarnya.
Benny menyoroti bahwa nilai Ketuhanan Yang Maha Esa harus dipahami secara mendalam dan diterjemahkan dalam tindakan yang mencerminkan kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Ia menekankan bahwa Ormas keagamaan memiliki peran penting dalam menjaga dan mengimplementasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam keputusan strategis seperti pengelolaan tambang.
Benny kemudian menguraikan kompleksitas yang melekat dalam pengelolaan tambang. Ia menyebutkan bahwa pengelolaan tambang bukanlah tugas yang mudah dan memerlukan modal yang sangat besar, keterampilan khusus, dan pemahaman mendalam mengenai dampak lingkungan. “Ormas jangan sampai terjebak menjadi perusak lingkungan melalui tambang,” tegasnya, Senin (23/6/2024).
Benny mengingatkan bahwa Ormas keagamaan, dengan tugas utamanya sebagai pendalaman rohani, tidak seharusnya terlibat dalam aktivitas yang sangat teknis dan berisiko tinggi seperti pengelolaan tambang. Ia juga mengingatkan bahwa sektor pertambangan sering kali diwarnai oleh praktek-praktek korupsi dan mafia hitam.
“Oleh karena itu, pengelolaan tambang oleh Ormas keagamaan dapat menimbulkan berbagai masalah baru, termasuk potensi kerusakan lingkungan yang dahsyat,” ungkap Benny.
Antonius Benny Susetyo menekankan bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu menjadi pedoman dalam setiap kegiatan politik. Ia mengingatkan bahwa politik tidak boleh semata-mata menjadi ajang transaksi, tetapi harus benar-benar bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. “Kalau kamu membeli suara rakyat, maka kamu sebenarnya membohongi suara hatimu. Maka kamu berarti menggadaikan kedaulatan rakyat. Ketika kekuasaan menggunakan argumentasi konstitusionalisme, maka hukum kerap kali dijadikan alat kekuasaan dan demokrasi dikebiri,” tegas Benny.
Pernyataan Benny ini mencerminkan keprihatinannya terhadap praktek politik transaksional yang sering kali mengabaikan nilai-nilai Pancasila dan hanya berfokus pada kepentingan elit semata. Ia menekankan bahwa konsesi tambang harus diberikan berdasarkan kajian yang menyeluruh, baik dari segi etika, norma, dan moral, maupun dari dasar hukum, akademis, dan manajemen risiko.
Pemberian hak pengelolaan tambang kepada Ormas keagamaan harus melalui proses kajian yang sangat menyeluruh. Kajian ini harus mencakup aspek etika, norma, dan moral, serta kajian dasar hukum dan akademis yang mendalam.
Selain itu, aspek manajemen risiko juga harus dipertimbangkan dengan cermat, mengingat besarnya dampak yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas tambang. Benny menegaskan bahwa pemerintah harus memberikan dasar yang kuat dalam pemberian hak pengelolaan tambang berdasarkan kecakapan dan kemampuan organisasi kemasyarakatan tersebut, bukan sekedar praktek politik balas budi atau bagi-bagi kekuasaan.
“Pemerintah harus dapat memberikan dasar yang kuat dalam pemberian Izin pengelolaan itu berdasarkan kecakapan dan kemampuan organisasi kemasyarakatan tersebut, bukan sekedar praktek politik balas budi maupun bagi bagi kekuasaan,” tegasnya.
Benny juga menekankan pentingnya peran lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dalam proses pemberian konsesi tambang.
Ia menggarisbawahi bahwa semua lembaga pemerintahan yang terlibat harus benar-benar menjalankan fungsinya dengan baik. Khususnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus benar-benar melakukan pengawasan, pencegahan, dan tindakan jika ditemukan indikasi korupsi dalam proses pemberian hak maupun pengelolaan tambang ini.
“KPK harus benar-benar melakukan pengawasan, pencegahan, bahkan tindakan jika sekiranya terjadi indikasi korupsi dalam proses pemberian hak maupun pengelolaan bahan tambang ini,” tegas Benny.
Ia menambahkan bahwa negara wajib melindungi seluruh aspek kehidupan bangsa dari penyelewengan terkait pemberian hak konsesi bahan tambang, mengingat tambang merupakan hajat hidup bangsa dan negara Indonesia.
Benny menutup paparannya dengan menyatakan bahwa Selain aspek politik dan hukum, penting juga menjaga kelestarian alam. Ia mengingatkan bahwa tambang memiliki dampak lingkungan yang sangat signifikan, dan oleh karena itu, pengelolaan tambang harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
“Negara wajib melindungi seluruh aspek kehidupan bangsa dari penyelewengan terkait pemberian hak konsesi bahan tambang yang merupakan hajat hidup bangsa dan Negara Indonesia, dan menjaga kelestarian yang berlanjut pada alam tumpah darah Indonesia,” ujar Benny.
Diskusi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, politik, dan lingkungan. Mereka menekankan bahwa keputusan strategis seperti pemberian konsesi tambang harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan berdasarkan kajian yang menyeluruh, untuk memastikan bahwa keputusan tersebut benar-benar bermanfaat bagi rakyat dan negara. Dan mengingatkan mengenai pentingnya proses kajian yang menyeluruh dalam setiap keputusan strategis, serta perlunya pengawasan yang ketat untuk mencegah korupsi dan penyelewengan.
Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil benar-benar bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat dan kelestarian alam Indonesia.***