Oleh: Antonius Benny Susetyo, Doktor Komunikasi Politik dan Staff Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
Radarjakarta.id | JAKARTA – Kebangkitan nasional Indonesia adalah salah satu tonggak penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Kelahiran Budi Utomo pada tahun 1908 menjadi pelopor yang melahirkan kesadaran untuk bersama berkelompok dan berjuang demi mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Saat ini, spirit kebangkitan nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei amat diperlukan dalam upaya membangun kemandirian bangsa di berbagai bidang seperti politik, ekonomi, dan budaya, terutama di era digitalisasi yang kita hadapi sekarang.
Budi Utomo, organisasi yang didirikan pada 20 Mei 1908, menandai awal dari gerakan kebangkitan nasional. Dipelopori oleh Dr. Sutomo dan Wahidin Sudirohusodo, organisasi ini mencerminkan kesadaran kolektif bangsa untuk mandiri dan merdeka mengelola nasib bangsa sendiri.
Mereka menyadari bahwa kemerdekaan sejati terjadi ketika masyarakat mampu mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusianya untuk kesejahteraan bersama.
Kebangkitan nasional tidak hanya sekadar memperingati masa lalu, tetapi juga menjadi pengingat pentingnya semangat kemandirian dalam setiap aspek kehidupan. Semangat ini harus terus dijaga dan diaktualisasikan oleh generasi penerus bangsa, terutama dalam menghadapi tantangan era digitali.
Era digital membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Teknologi dan gadget menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian masyarakat. Namun, ketergantungan yang berlebihan pada teknologi dan opini populer menimbulkan ancaman terhadap kemerdekaan sejati.
Masyarakat menjadi kurang mandiri dan kehilangan kemampuan untuk mengelola sumber daya secara optimal.
Kemerdekaan sejati tercapai ketika individu dan masyarakat mampu mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusianya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, semangat yang digelorakan oleh Dr. Sutomo, Wahidin Sudirohusodo, dan para pendiri Budi Utomo harus dihidupkan kembali dalam konteks modern.
Nilai-nilai Pancasila menjadi fondasi penting dalam mewujudkan kemandirian bangsa. Nilai-nilai tersebut harus diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai cita-cita para pendiri bangsa yang tercakup dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu terwujudnya kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta menjaga ketertiban dunia. Kemandirian bangsa tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi, tetapi juga mencakup kemandirian dalam berpikir, bernalar, dan berelasi.
Masyarakat harus mampu mengembangkan inovasi dan kreativitas dengan mengandalkan kekuatan dan potensi yang ada dalam negeri. Seperti yang ditegaskan oleh Bung Karno, Indonesia harus mampu berdiri di atas kaki sendiri, yang berarti mampu mengolah potensi sumber daya alam sendiri.
Elite politik dan masyarakat memiliki peran penting dalam mewujudkan kemandirian bangsa. Mereka harus mampu merubah cara berpikir dan tidak lagi tergantung kepada pihak asing. Kemandirian dalam bidang politik dan kebijakan publik harus menjadi prioritas, dengan mengupayakan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan dari dalam negeri. Elite politik harus mendorong kebijakan yang mendukung pengembangan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam negeri. Mereka juga harus menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan inovasi dan kreativitas.
Sementara itu, masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional, dengan memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang produktif dan mendukung kemandirian bangsa. Dalam menghadapi era digital, kecerdasan bangsa menjadi kunci utama. Hanya bangsa yang cerdas yang mampu bersaing dalam era digitalisasi dan globalisasi. Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi prioritas utama.