Dr. Geofakta Razali Departemen Komunikasi dan Pusat Studi Urban, Universitas Pembangunan Jaya
“Jangan pernah lupa bahwa krisis politik, ekonomi, dan moral yang kita alami saat ini juga adalah krisis akut dari pemahaman.” – Simone de Beauvoir
Hari ini, saya ingin membawa Anda ke dalam sebuah pandangan tentang bagaimana saya, seorang laki-laki, memandang perempuan pada panggung politik. Panggung yang, sayangnya, tidak jarang diisi oleh orang-orang yang tidak tepat. Narasi ini terasa semakin relevan ketika kita merayakan Hari Perempuan Internasional, suatu peringatan yang mengingatkan kita semua tentang perjuangan panjang perempuan dalam berbagai bidang, terutama politik.
Sejarah telah menunjukkan bahwa politik seringkali merupakan arena yang didominasi oleh narasi-narasi maskulin. Kekuasaan, ambisi, dan strategi sering kali dibalut dalam narasi heroik yang mengagungkan keberanian dan kekuatan—atribut yang secara tradisional dikaitkan dengan maskulinitas. Namun, dalam bayangan narasi ini, ada cerita lain yang tak kalah penting, cerita tentang perempuan yang berjuang melawan arus untuk duduk di meja yang sama, untuk mempunyai suara yang sama kerasnya dalam memutuskan masa depan kita bersama.
Namun, meskipun tantangan ini nyata dan seringkali menghambat, ada juga kisah-kisah keberhasilan yang menginspirasi. Kisah tentang perempuan-perempuan tangguh yang tidak hanya berhasil memecah batas-batas tersebut, tapi juga membawa perubahan nyata melalui kebijakan dan inisiatif mereka. Kisah tentang perempuan yang membuktikan bahwa politik bukan hanya soal kekuasaan dan ambisi, tetapi juga tentang empati, kerjasama, dan perjuangan untuk keadilan.
Dalam perayaan Hari Perempuan Internasional ini, saya ingin mengajak Anda semua untuk tidak hanya merayakan pencapaian perempuan dalam politik, tetapi juga untuk merenungkan bagaimana kita, sebagai masyarakat, dapat mendukung lebih banyak perempuan untuk terjun ke dalam arena politik dan memastikan bahwa mereka mendapatkan kesempatan yang setara untuk berkontribusi. Karena pada akhirnya, politik yang beragam dan inklusif bukan hanya akan menguntungkan perempuan, tetapi juga seluruh masyarakat.
Gelombang perubahan mulai terlihat dengan munculnya perempuan-perempuan tangguh yang tidak hanya memperkaya keragaman representasi tetapi juga menginspirasi aksi nyata demi perubahan sosial. Di antara sekian banyak nama, Tina Toon dan Ni Luh Djelantik menjadi dua figur yang patut kita perhatikan lebih dekat.
Tina Toonita, yang mungkin lebih dikenal sebagai Tina Toon, memulai karirnya di dunia hiburan sebagai penyanyi cilik. Namun, perjalanan hidupnya berbelok, memasuki dunia politik yang keras dan penuh tantangan. Tina membuktikan bahwa perjalanan dari panggung hiburan ke gedung parlemen bukanlah sekedar transisi karir, melainkan sebuah perluasan panggilan untuk melayani masyarakat lebih luas lagi. Keterlibatannya dalam politik membawa angin segar dan harapan baru, terutama bagi kalangan muda dan perempuan yang sering merasa terpinggirkan dari dialog-dialog politik penting.
Sementara itu, Ni Luh Djelantik, seorang pengusaha sepatu yang juga terjun ke dalam politik, menawarkan cerita inspiratif lainnya. Ni Luh tidak hanya dikenal karena kesuksesannya dalam membangun brand sepatu yang mendunia tetapi juga karena komitmennya terhadap isu-isu sosial, khususnya yang berhubungan dengan hak-hak perempuan dan anak. Melalui platform politiknya, Ni Luh berusaha mengubah cara pandang masyarakat terhadap perempuan dalam bisnis dan politik, menunjukkan bahwa perempuan memiliki kapasitas untuk memimpin dan membuat keputusan penting.