Aliran Dana dari PT. Quartee Technologies ke Terdakwa dan PT. Haka Luxury Adalah Pembayaran Hutang Piutang
JPU dalam Repliknya, menyebut, “Bahwa dalam Pledooinya Terdakwa menyerahkan dokumen pengakuan hutang PT Quartee kepada Terdakwa yang dibuat pada tahun 2020 atau setelah 4 (empat) proyek Quartee-Telkom ini selesai. Yang menjadi pertanyaan kami adalah mengapa Terdakwa tidak membuat Perjanjian Hutang Piutang dari awal? Dan diketahui pula terdakwa adalah seorang Magister Hukum. Hal ini menunjukkan jika terdakwa mengetahui jika proyek ini sudah diatur sedemikian rupa dan akan menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari.”
“Bahwa Penasihat Hukum memandang dalil Penuntut Umum diatas adalah keliru dan terkesan mengada-ada, serta semakin menunjukkan JPU tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya, atau dengan kata lain JPU berusaha mengecoh Majelis Hakim dalam memeriksa fakta-fakta yang terungkap dipersidangan,” kata Kaligis.
Oleh karena itu, Penasihat Hukum kembali menerangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan sebagai berikut. Bahwa PT. Quartee Technologies memiliki hutang kepada terdakwa dan keluarga terdakwa yang buktikan melalui bukti-bukti yang terungkap dipersidangan yakni, Surat Pengakuan Hutang tanggal 27 Mei 2020 PT Quartee Technologies kepada Heddy Kandou, Surat Pengakuan Hutang tanggal 24 Agustus 2020 PT Quartee Technologies kepada Heddy Kandou dan Surat pengakuan hutang tanggal 27 April 2021 PT Quartee Technologies kepada Heddy Kandou. Sejumlah saksi juga menjelaskan tentang hutang PT. Quartee ke Heddy Kandou.
Saksi Moh. Rizal Otoluwa dibawah sumpah yang pada intinya menerangkan sebagai berikut:
“Terkait dengan pengeluaran kepada Haka Luxury untuk membayar hutang, karena pada saat berdirinya perusahaan, PT. Quartee tidak mempunyai modal yang akhirnya meminjam kepada Sdri. Heddy Kandou.”
Selanjutnya Saksi Syelina Yahya dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut:
“Terkait hutang milik Terdakwa, tidak tercatat oleh Padmasari Metta namun Saksi sempat dijelaskan terkait hutang PT. Quartee Technologies kepada Terdakwa dengan bukti serta tunai terkait dengan PT. Quartee Technologies memiliki hutang kepada Terdakwa.”
Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas terbukti dan tidak terbantahkan PT. Quartee memiliki hutang kepada terdakwa, dan karena terdakwa adalah seorang Doktor dan Magister Hukum, maka terhadap hutang-hutangnya yang dahulu hanya dianggap sebagai hutang-piutang secara pertemanan, dimuka persidangan terdakwa menyatakan membuat surat pengakuan hutang dan akta pengakuan hutang agar semua hutang-hutang PT. Quartee Technologies kepada terdakwa menjadi terang.
Audit Kerugian Keuangan Negara Yang Dilakukan Internal PT. Telkom Indonesia Adalah Tidak Sah dan Tidak Sesuai Dengan Hukum
“Bahwa didalam menghitung dan mendeclare adanya kerugian keuangan negara hanya dapat dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai Lembaga pemerintah yang secara konstitusional untuk menentukan kerugian keuangan negara, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Selain daripada itu Penuntut Umum tidak menggunakan hasil audit dari BPK secara formil dan materil telah melanggar Pasal 8 ayat 3 dan ayat 4 serta Pasal 9 ayat 1 huruf a, b, dan c Undang-Undang BPK,” tukas Kaligis.
Bahwa menurut keterangan Ahli Dr. Eko Sambodo, S.E., M.M., M.Ak., CFrA yang menyatakan bahwa yang menentukan kerugian keuangan negara adalah BPK, sementara hakim hanya berwenang melakukan pemeriksaan.
Selanjutnya keterangan Ahli dari Prof. Dadang Suwanda, S.E., M.M., M.Ak., AK., CA menerangkan berdasarkan undang-undang intansi yang berwenang menghitung kerugian negara adalah BPK.