Radarjakarta.id | JAKARTA – Tim Penasehat Hukum Heddy Kandou (TPPHK) berkirim surat ke Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), Dr. Ali Mukartono, memohon perlindungan hukum bagi kliennya (Heddy Kandou), dari tindakan sewenang-wenang, yang dilakukan Jaksa Ondo Mulatua Pandapotan, SH, MH, saat memeriksa Heddy dalam penyidikan kasus tindak pidana pencucian uang. TPPHK juga memohon agar Jaksa Ondo tersebut, diganti demi obyektivitas pemeriksaan perkara.
Menurut Koordinator TPPHK, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, surat permohonan tersebut, dikirimkan ke Jamwas pada 6 Desember 2023, dan ditembuskan ke Jaksa Agung Dr. ST. Burhanuddin, SH, MH, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat dan Komisi Kejaksaan RI. Kaligis memohon perlindungan hukum dan pengawasan atas tindakan sewenang-wenang, yang dilakukan Jaksa Ondo, karena saat melakukan pemeriksaan terhadap kliennya (Heddy Kandou), diduga Jaksa Ondo sudah melakukan tindakan tidak profesional dan tidak sesuai prosedur.
“Diduga pemeriksaan dilakukan atas dasar sakit hati. Banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran kode Perilaku Jaksa yang dilakukan oleh Jaksa Ondo,” ujar Kaligis dalam keterangan tertulis ke awak media, di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Dijelaskannya, kliennya diperiksa kembali dalam penyidikan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa antara PT. Interdata Teknologi Sukses dengan: 1. PT. PINS Indonesia, 2. PT. Telkom Telstra, dan 3. PT. Infomedia Nusantara, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat No: PRINT 6326/M.1.12/Fd.2/10/2023 tanggal 10 Oktober 2023.
“Pemeriksaan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut dilakukan disaat perkara dugaan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asalnya (predicate crime) saat ini masih dalam tahap persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Kaligis.
Dan faktanya, saat proses pemeriksaan dilakukan Jaksa Ondo, selaku penyidik/Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus), pemeriksaan diduga dilakukan secara tidak profesional dan tidak sesuai prosedur. Diduga pemeriksaan dilakukan atas dasar sakit hati. Banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran kode Perilaku Jaksa yang dilakukan oleh Jaksa Ondo.
“Beberapa pelanggaran yang dilakukan mulai dari melakukan penekanan secara fisik dan psikis, dengan cara membentak-bentak saksi dan memukul meja saat melakukan pemeriksaan, selanjutnya mengancam akan mentersangkakan saksi, jika tidak memberikan keterangan sesuai dengan kemauan Jaksa, sehingga saksi memberikan keterangan dalam keadaan tertekan,” tukas Kaligis.
Dari informasi yang diperoleh, sebelum memberikan keterangan di pengadilan, saksi terlebih dahulu dipanggil untuk bertemu dengan Jaksa Ondo, kemudian ditekan dan diarahkan untuk memberikan keterangan sesuai dengan arahan Jaksa Ondo.
“Berdasarkan informasi dari salah satu saksi yang diperiksa, Jaksa Ondo mengeluarkan ancaman, akan mentersangkakan keluarga klien kami, termasuk suami dan anak klien kami.Tidak hanya itu, orang-orang dibawa secara paksa dan diperiksa tanpa adanya surat panggilan terlebih dahulu. Selain itu, tujuh orang saksi dipanggil didalam satu surat panggilan dan ditujukan ke alamat yang sama serta bukan dialamatkan ke alamat saksi yang dipanggil, melainkan ke alamat klien kami,” ungkap Kaligis.
Ditambahkannya, saksi Merry Kandou dan saksi Meity Kandou pada tanggal 5 Desember 2023 sebelum memulai pemeriksaan sudah diancam akan ditahan.
“Tidak hanya itu, dilakukan penyitaan secara membabi buta dan tidak sesuai dengan prosedur, dimana penyitaan dilakukan pada saat berkas perkara beserta Surat Dakwaan, sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan tidak masuk kedalam berkas perkara. Penyitaan juga dilakukan terhadap aset-aset pribadi milik klien kami yang tidak ada hubungannya dengan locus dan tempus perkara yang diperiksa,” tegas Kaligis.
Ditambahkannya, tindakan yang dilakukan oleh Jaksa Ondo selaku Kasi Pidsus, jelas bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) huruf d, huruf e dan huruf g Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER–014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa, tanggal 13 November 2012.
Dimana diatur : Bagian Kedua Integritas Pasal 7 (1) Dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa dilarang: d. melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait dalam penanganan perkara; e. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku; f. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara; g. menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikispsikis.
“Disamping itu, dalam beberapa kali persidangan perkara tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa, antara PT. Interdata Teknologi Sukses dengan PT. PINS Indonesia, PT. Telkom Telstra, dan PT. Infomedia Nusantara, tahun 2017-2018, di Pengadilan Tipikor Jakarta, sejumlah saksi fakta secara tegas mengatakan, PT. PINS Indonesia, PT. Telkom Telstra, dan PT. Infomedia Nusantara, bukan merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Karena bukan perusahaan milik negara, maka tidak ada sangkut-pautnya dengan negara, sehingga adanya kerugian negara, sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, tidak terbukti sama sekali,” tukas Kaligis.
Faktanya, kata Kaligis, kliennya, tidak ikut terlibat dalam proyek Telkom, bahkan tidak ada satu pun dokumen-dokumen termasuk perjanjian kerjasama antara PT Quartee Technologies dengan PT. Telkom yang ditandatangani oleh klien kami.
“Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Saksi-Saksi diantaranya Moch. Rizal Otoluwa, Stefanus Suwito Gozali, Syehlina Yahya, Rinaldo dan Saksi Sosro H. Karsosoemo, ST, yang ada dalam berkas JPU, justru PADMASARI METTA, sebagai pihak yang aktif dalam proses pengurusan dokumen serta berkomunikasi dengan pihak PT Telkom, sehubungan dengan proses pelaksanaan proyek pengadaan barang antara PT. Quartee Technologies dengan Divisi Enterprise Service (DES) PT. Telkom tersebut,” tukas Kaligis.
Sudah jelas pelaku utama didalam perkara a quo, sesuai dengan Dakwaan JPU Pasal 2 Pasal 3 UU Tipikor, adalah Padmasari Metta. Namun sampai dengan saat ini Padmasari Metta sebagai pelaku utama yang aktif dalam perkara a quo tidak dijadikan tersangka oleh Jaksa Ondo, tetapi justru dilindungi.
“Berdasarkan fakta tersebut diatas, untuk mencegah tindakan sewenang-sewenang yang dilakukan oleh Jaksa Ondo dan demi objektivitas serta profesionalisme didalam pemeriksaan perkara yang sedang disidik, maka kami mohon perlindungan hukum agar Jaksa Ondo diawasi dan diperiksa serta diganti sebagai penyidik didalam penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat No.: PRINT-6326/M.1.12/Fd.2/10/2023 tanggal 10 Oktober 2023,” tegas Kaligis.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi barang dan jasa senilai Rp 236 miliar, di anak usaha Telkom Group. Dari delapan tersangka, sebanyak enam orang sudah berstatus terdakwa dan kasusnya mulai disidangkan di PN Jakarta Pusat. Dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa tersebut terjadi pada tahun 2017. | Ojay*