RadarJakarta.id | JAKARTA – Ikhtiar yang dilakukan masyarakat sipil, sudah menyerupai situasi jelang reformasi 1998. Demikian pernyataan yang disampaikan Inisiator Maklumat Juanda, Alif Iman Nur Rahman dalam Diskusi Akhir Pekan Rumah Kebudayaan NusantaraN dengan topik” Gerakan Masyarakat Sipil Saat ini” di Jakarta, Sabtu (2/12/2023).
Dalam diskusi ini, hadir juga Pengamat Politik Ray Rangkuti, Mantan aktivis 98, Alif Nurlambang, menuturkan, sejak 14 oktober 2023, beredar surat terbuka Goenawan Mohhamad, yang disusul surat terbuka via Face Book (FB) Butet Kertarejasa. Surat yang berisi kekecewaan atas kelakuan atau cara Presiden Jokowi mengusung anaknya menjadi calon wakil presiden, ternyata terus meluas. Dalam waktu 28 jam, terkumpul 200 nama yang siap mendukung petisi, sebagai tindak lanjut kekecewaan itu. “Dari petisi itu lahirlah Maklumat Juanda, yang ditanda tangani di Jalan Juanda, jakarta pada 16 Oktober. Saat itu, dukungan bertambah hingga 334 orang” Ujar Alif.
Menurut Alif, kekecewaan makin meluas, apalagi saat Gus Mus membacakan puisi lamanya, yang dibuat di masa orde baru. Puisi tersebut bercerita tentang Negara Republik, rasa kerajaan. “Itu sinyal dari tokoh sebesar Gus Mus, ternyata punya kekecewaan yang sama dengan banyak tokoh lainnya,” kata Alif.
Setelah membaca puisi Gus Mus selanjut pada 12 November, sejumlah tokoh, seperti Erry Riyana, Romo Benny, Goenawan Mohamad, dan lainya berkunjung ke kediaman Gus Mus di Rembang. Dalam pertemuan Rembang itu Gus Mus berpesan, forum-forum semacam ini harus diperbesar. Keprihatinan ini harus jadi keprihatinan nasional. “Kita harus menasehati Joko Widodo, bahwa apa yang dilakukannya melanggar azas bernegara. Dan kita harus menasehati masyarakat, jangan terpecah” kata Alif menirukan pesan Gus Mus.
Selanjutnya, pada 27 November muncul pula Seruan Jembatan Serong, yang ditanda tangani 900 orang peserta. Jembatan Serong nama lokasi dekat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dimana sejumlah orang menandatangani seruan yang berisi, Pemerintah harus menjamin pemilu jujur dan adil. Seruan ini didasari situasi sekarang yang sangat mencemaskan, demokrasi Indoneeia dalam bahaya sehingga harus dihentikan semua kecurangan dan masyarakat dihimbau untuk awasi kecurangan.
Selain itu ada Seruan Jembatan Serong dan Maklumat Juanda, masyarakat sipil juga telah membentuk Jaga Pemilu, yang akan mengawasi setiap indikasi kecurangan di masyarakat. “Kecurangan-kecurangan itu sudah berlangsung, bahkan sejak rencana menjadikan Gibran Wapres masih dirancang,” Tegas Alif.
Sementara itu Ray Rangkuti melihat, sudah sejak lama Jokowi sering mengubah aturan demi tujuan yang ingin dicapainya atau untuk menopang ambisinya. Ray mencontohkan, Omnibus law, perubahan tatib DPR, dan masih banyak lagi. Namun, menurut Ray, sayangnya keinginan Jokowi mengamandemen UUD tidak disetujui Ketua PDI Perjuangan. “Prinsip berbangsa dan bernegara tidak boleh diubah demi kekuasaan” Ujar Ray.
Pendapat Raydisepakati oleh Alif. Menurut Alif, UUD bukan tidak boleh diubah, tapi UUD tidak boleh mudah diotak-atik, apalagi bila menyangkut pembatasan masa jabatan presiden. ” Pembatasan harus dilakukan. Hal, itu untuk membatasi segala usaha menuju otoritarianisme. Jokowi bukan orang baik, karena dia menggunakan segala cara untuk mencapai ambisinya berkuasa,” tegas Alif. | Eka*