Kasus Wamenkumham, KPK Dipaksa IPW Transparan

banner 468x60

Radarjakarta.id | JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar transparan dan akuntabilitas dalam proses hukum yang menyeret Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej.

Laporan yang dibuat sejak bulan Maret 2023 itu diakui oleh IPW hingga saat ini belum menemui titik terang dalam penanganannya.

“Terutama, penjelasan pada pelapor dalam hal ini IPW,” kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, kepada awak media, Senin (6/11/2023).

IPW menegaskan, prinsip tranparansi dan akuntabilitas kinerja KPK sendiri dipertanyakan oleh publik setelah kasus dugaan tindak pidana korupsi terhadap seorang pimpinan KPK Firli Bahuri mencuat.

“Dimana Polda Metro secara profesional meningkatkan penyelidikan ke penyidikan terkait pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan pada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo,” ujarnya.

Melihat hal tersebut, IPW menilai KPK tidak transparan dan akuntabel dalam memproses laporan tipikor yang disampaikan oleh masyarakat pada KPK.

“Bahkan, publik melihat bahwa KPK dapat dinilai mengangkangi kewenangan penegakan hukum korupsi dengan menunjukkan pada publik urusan penanganan kasus korupsi di KPK adalah urusan KPK sendiri dan tidak peduli pada harapan publik yang menginginkan keterbukaan sehingga publik tidak perlu tahu proses perkembangan laporan yang disampaikan,” jelasnya.

“KPK tidak menerapkan keterbukaan proses hukum atas laporan masyarakat sehingga masyarakat harus berusaha sendiri mempertanyakan perkembangan laporan tipikor yang disampaikan tanpa mendapatkan layanan yang layak,” sambungnya.

Bahkan dalam laporan IPW terhadap Wamenkumham EOH menjadi pertanyaan akuntabilitas KPK karena ada isu dihambatnya penetapan tahap penyidikan di KPK oleh direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro dengan menahan dibuatkannya laporan terjadinya Tindak Pidana Korupsi.


“Padahal, laporan terjadinya Tindak Pidana Korupsi adalah tugas direktorat penyelidikan KPK untuk membuatnya setelah proses penyelidikan menemukan peristiwa pidana Tipikor. Info yang beredar Brigjen Endar Priantoro menahan pembuatan laporan tersebut dengan alasan karena berjasanya EOH pada Polri sebagai saksi ahli adalah mengada ada,” ungkapnya.

“Oleh sebab itu, kalau benar isu tersebut maka justru Brigjen Endar priantoro sebagai polisi yang ditugaskan oleh institusi Polri di KPK telah mencoreng nama baik polri,” imbuhnya.

Sehingga IPW mendesak KPK membuatkan laporan perkembangan proses hukum tipikor atas laporan masyarakat secara berkala sebagai akuntabilitas kerja.

Dikarenakan gaji pegawai KPK dibayar dari APBN yang berasal dari masyatakat melalui pajak.Tanpa transparansi dan akuntabilitas kerja pada publik maka potensi penyimpangan kewenangan untuk kepentingan tertentu yang bisa saja sifatnya pribadi dan atau melayani permintaan pihak pihak tertentu yang melanggar hukum akan terjadi.

“KPK dapat mencontoh soal transparasi pada pelapor dengan melihat model SP2HP ( Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan/ Penyidikan ) yang diterbitkan oleh Polri dalam proses perkara pidana,” pungkasnya. | Ojay*

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60