Radarjakarta.id | JAKARTA – Kental manis masih menjadi jenis susu yang banyak dikonsumsi oleh balita. Penyebabnya adalah produk dengan kandungan gula yang tinggi ini masih dianggap sebagai susu yang dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Anggapan tersebut ditemukan pada kelompok masyarakat miskin, masyarakat di daerah pinggiran dan di pedesaan.
Ketua Bidang Advokasi Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) Yuli Supriati menegaskan hingga saat ini pihaknya belum melihat keseriusan pemerintah dalam mensosialisasikan bahaya kental manis bila dikonsumsi sebagai minuman susu oleh balita dan bayi.
“Pemerintah telah mengatur penggunaan kental manis dalam peraturan yang diterbitkan pada 2018, selain mengatur penggunaannya, juga mengatur iklan dan promosinya agar tidak lagi digunakan sebagai susu untuk anak. Namun, setelah peraturan tersebut di terbitkan, kami tidak melihat keseriusan pemerintah dalam melakukan edukasi ke masyarakat. Sosialisasi dan edukasi tentang kental manis untuk masyarakat justru dilakukan oleh organisasi masyarakat, komunitas dan kawan-kawan aktivis kesehatan,” jelas Yuli saat melakukan aksi dan edukasi untuk masyarakat di kawasan CFD, Jakarta, Ahad (5/11/2023).
Sebagaimana diketahui, kental manis adalah jenis susu dengan kandungan gula mencapai 54 gr, dan kandungan protein yang tidak lebih dari 8 gr. Dengan karakteristik tersebut, kental manis tidak baik dikonsumsi secara rutin oleh anak, karena dapat mengakibatkan gangguan gizi dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular pada anak.
Lebih lanjut, Yuli menjelaskan selama puluhan tahun kental manis dipromosikan sebagai minuman susu yang bergizi untuk anak, mengakibatkan masyarakat beranggapan kental manis adalah susu. Hingga saat ini, KOPMAS dan sejumlah organisasi masyarakat yang rutin melakukan edukasi kesehatan untuk masyarakat masih menemukan masyarakat yang memberikan kental manis sebagai minuman susu untuk anak.
“Di daerah terutama, anak-anak, balita dan juga tidak sedikit bayi telah terpapar kental manis. Sebagian karena ketidak tahuan dan juga kebiasaan. Sebagian lagi karena memang akses masyarakat terhadap produk susu yang benar-benar ditujukan untuk anak. Sering kami menemukan di warung-warung desa, memang susu yang dijual hanya jenis kental manis. Ini artinya sosialisasi dari pemerintah belum optimal, masyarakat masih tidak paham susu apa yang baik untuk anak, dan mana yang justru berbahaya untuk anak,” beber Yuli.
Oleh karena itu, sebagai pengingat bahwa persoalan kental manis adalah tanggung jawab bersama, baik masyarakat, pemerintah dan juga produsen, sejumlah aktivis kesehatan dan komunitas melaksanakan aksi di kawasan CFD, Sudirman. Jakarta pada Minggu, 5 November 2023. Dalam kegiatan tersebut, sejumlah aktivis juga melakukan monolag dan edukasi langsung untuk masyarakat,
“Karena itu, kami bersama dengan mitra-mita dan juga relawan-relawan muda dari UIN, Tempo Institute dan UMJ, akan berkomitmen hari ini untuk terus bekerja keras mengedukasi masyarakat akan pentingnya literasi gizi, terutama masyarakat marjinal,” tegas Yuli.
Diantara elemen masyarakat yang meramaikan aksi adalah Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat, Relawan Demokrasi PDIP (REPDEM), Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Anggota Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Jakarta Creative Media (JktCreative Media), Tempo Institute, Universitas Islam Negeri Jakarta. | Ojay*