Radarjakarta.id I JAKARTA — Stigma bahwa uang memiliki peran penting dalam dunia politik telah menjadi perbincangan dalam Diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Potensi Caleg Artis dan Influencer di Pemilu 2024’ yang diadakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (30/6/2023).
Krisdayanti, seorang politisi dari PDIP yang berhasil menjadi anggota DPR RI, mengungkapkan bahwa memang membutuhkan jumlah uang yang besar dalam dunia politik.
Pada Pemilu 2019, dia bahkan mengeluarkan dana hingga Rp 2 miliar untuk dapat lolos ke DPR RI.
Menurut Krisdayanti, tanpa adanya uang, lolosnya dia ke parlemen adalah hal yang mustahil mengingat persaingan yang ketat dengan politisi senior.
Pada awalnya, Krisdayanti bercerita bahwa di dapilnya, yaitu Jawa Timur V yang meliputi Malang Raya, banyak terdapat poster dari rekan separtainya seperti Ahmad Basarah dan Andreas Eddy Susetyo.
Hal ini membuatnya bertanya kepada suaminya, Raul Lemos, mengapa dia tidak mendapatkan poster untuk kampanye dirinya.
“Saya tanya ini kok kayaknya sejengkal sudah ada pak Ahmad Basarah, sejengkal pak Andreas. Itu poster ada di mana-mana, kok saya enggak ada sama sekali sih, kenapa sih aku enggak dibikinin gitu,” kata Krisdayanti.
Raul Lemos kemudian menyarankan Krisdayanti untuk lebih baik menyimpan uang tersebut untuk keperluan pendanaan yang lebih penting, seperti melakukan survei.
Pada saat itu, Krisdayanti memiliki elektabilitas yang cukup baik di dapil Malang Raya.
Strategi ini terbukti efektif, dan Krisdayanti menyadari bahwa menyimpan uang tersebut adalah langkah yang tepat.
Uang tersebut digunakan untuk melakukan survei dua kali, yaitu pada bulan September dan Januari, dan pada saat itu nama Krisdayanti cukup dikenal oleh masyarakat.
Krisdayanti menegaskan bahwa dalam politik, lebih baik menyimpan dana untuk penggunaan akhir yang penting, yaitu untuk menjaga suara.
Dia menyebutkan bahwa pada periode sebelumnya, dia mengeluarkan biaya sebesar Rp 2 miliar untuk tujuan tersebut.
Namun, dia juga menyadari bahwa pada tahun depan, situasinya mungkin berbeda karena menjadi petahana dianggap lebih sulit. (*)