Radarjakarta.id I CIREBON – Juhani (95) jamaah calon haji tertua asal Kabupaten Majalengka ingin naik haji sejak belasan tahun lalu, atau beberapa tahun setelah istrinya Sariah meninggal dunia.
Untuk berangkat haji, Juhani (95) jamaah calon haji tertua asal Kabupaten Majalengka ini rela menjual sawahnya di dua lokasi di Blok Gunung Tilu, Desa Leuwikidang.
Anak pertama Juhani, Siti Nariah (67) ditemui di rumahnya di Batujaya mengungkapkan, beberapa tahun setelah ibunya Sariah meninggal di tahun 2006, ayahnya, Juhani, bersikeras ingin berangkat haji.
Hingga 13 tahun lalu setelah sawah yang selama itu digarap Juhani laku terjual, langsung mendaftar haji dan melunasi biaya ONH.
Hasil dari penjualan sawah mencukupi untuk membayar dan melunasi ONH.
“Kami semua menyetujui menjual sawah karena semua anak sudah mendapatkan bagian sawah masing – masing. Rumah juga semua sudah dibuatkan dan mendapat bagian.” ungkap Siti Nariah.
Sejak dua tahun terakhir keseharian Juhani menurut Siti Nariah tetap berada di rumah tidak melakukan aktifitas apapun selain berangkat solat ke masjid setiap lima waktu.
Berbeda dengan sebelumnya dia masih bisa datang ke pengajian di Desa Baribis.
Soal keinginan orang tuanya untuk pulang terlebih dulu saat hendak turun dari pesawat karena ingin memberi makan ayam, Nariah menyebutkan, kemungkinan itu karena teringat masa muda yang memelihara ayam cukup banyak.
Karena sejak belasan tahun sudah tidak memelihara ayam juga kambing.
“Mungkin ingat masa muda dulu karena banyak ayamnya, serta memelihara kambing cukup banyak. Upami lebaran piarang newak masing-masing ku bapa teh (kalau mau lebaran semua anak diminta untuk menangkap sendiri),” ungkap Nuriah.
Setelah istrinya meninggal 17 tahun lalu, Juhani yang kini memiliki 9 cucu dan 9 cicit, tidak lagi ke sawah atau memelihara ternak, aktifitasnya hanya beribadah.
Untuk bekal berhaji ketiga anaknya saling udunan, uang Rp 5.000.000 dititipkan kepada ketua regu karena khawatir uang hilang, Juhani sudah tidak bisa mengingat nilai uang ataupun menyimpan uang sekalipun.
Uang sebesar itu untuk sewa kursi roda saat menunaikan rukun haji karena tak mampu berjalan cepat seperti jemaah lain.
“Kalau untuk makan karena tidak bisa makan makanan yang keras, saya bekali abon, uyah suuk, dan kecap. cemilannya dibekali biskuit,” ungkapnya.
Dia berharap, orang tuanya tetap sehat selama menjalankan ibadah, seperti saat berada di tanah air yang nyaris tidak pernah sakit dan selalu sabar.
Kini keluarganya setiap malam Jumat mengundang tetangga dan ustad mengadakan yasinan guna mendoakan kesehatan dan kelancaran dalam menjalankan ibadah haji.
(red)*