Polemik Politik, NasDem Bermuka Dua vs PDI Perjuangan Kacang Lupa Kulit dan “Chaos Politik” ala Demokrat

banner 468x60

Radarjakarta.id I JAKARTA – Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya, mengkritik PDI Perjuangan karena terus-menerus menyebut NasDem sebagai bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi.

Padahal saat ini NasDem berada dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan dan mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden pada tahun 2024.

Willy membantah anggapan bahwa NasDem adalah partai yang bermuka dua dan ia mengatakan bahwa PDI Perjuangan lupa akan kulitnya.

“Seperti kacang yang lupa pada kulitnya,” kata Willy Aditya.

Bukan itu saja, Willy menyebut Presiden Jokowi sebagai anak kandung NasDem dan menganggap Jokowi sebagai figur pemimpin nasional yang lahir di NasDem Tower.

Eks aktivis 98′ itu menyebut bahwa NasDem merupakan sumber modalitas utama bagi Jokowi.

Namun, Willy juga menjelaskan bahwa jika Presiden Jokowi meminta NasDem untuk angkat kaki dari koalisi pemerintahan, NasDem akan taat dan patuh.

Ia meminta agar PDIP tidak memprovokasi NasDem terkait dugaan bermuka dua, dan menegaskan bahwa provokasi semacam itu hanya provokasi receh.

Sebelumnya, Kepala Badiklatda PDIP DKI, Gilbert Simanjuntak, menyebut NasDem sebagai partai yang bermuka dua karena masih berada dalam koalisi pemerintahan Jokowi sementara juga mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden.

Gilbert menyarankan agar NasDem memilih untuk angkat kaki dari kabinet Jokowi atau menegur Anies Baswedan sebagai bukti bahwa partai tersebut masih mendukung pemerintahan saat ini.

Masih katanya, menganggap sikap NasDem yang berada di kabinet namun bersikap oposisi sebagai tindakan politik yang tidak etis dan tidak dewasa, serta memberikan contoh yang buruk seperti partai lain pada masa pemerintahan SBY.

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menyatakan bahwa partainya terbuka dan tidak menutup diri untuk menjajaki kerja sama politik dalam Pemilu 2024. Namun, PDIP saat ini masih mengamati situasi politik yang sedang berkembang sebelum mengambil keputusan.

Hal ini disampaikan oleh Megawati dalam sebuah konferensi pers setelah pertemuan tertutup di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat (2/6/2023).

Dalam mengamati perkembangan situasi politik di luar, Megawati membandingkannya dengan menari. Dia mengatakan bahwa dalam berpolitik, seperti halnya menari, penting untuk melihat tarian yang paling enak.

“Jadi, jika ditanya apakah partai lain juga ingin bergabung dengan PDIP, kami terbuka saja. Kami tidak menutup diri. Tapi kami ingin melihat situasi politik terlebih dahulu. Saya mengatakan kepada kader-kader saya, ‘berpolitik itu asyik, seperti menari, tetapi kita juga perlu melihat tarian yang paling enak.’ Jadi, saya ingin mengamati suasana politik terlebih dahulu,” ungkap Megawati.

Megawati juga menambahkan bahwa setelah mengamati situasi politik yang berkembang, terlihat bahwa banyak partai telah membentuk perkumpulan dan kerja sama politik, seperti yang dilakukan oleh PAN dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Menurutnya, hal itu adalah hal yang wajar.

“Terlihat bahwa banyak partai yang sudah membentuk kelompok kerja sama seperti PAN dengan KIB. Jadi, bagi saya, itu adalah suatu hal yang wajar,” jelasnya.

Selain itu, Megawati juga mengingatkan bahwa Pemilu bukanlah hal yang baru. Dia menjelaskan bahwa Pemilu telah diadakan di Indonesia sejak tahun 1955.

“Jadi, Pemilu bukanlah hal yang baru. Jika ada yang berpikir bahwa akan terjadi chaos, menurut saya itu adalah pertanyaan besar. Mereka sendiri yang mengatakan bahwa akan terjadi chaos,” tegas Megawati.

Megawati menekankan bahwa tidak akan terjadi chaos dalam Pemilu, mengingat Indonesia telah melaksanakan Pemilu sejak tahun 1955.

Polemik Sistem Pemilu: Tanggapan SBY
Sebelumnya, polemik seputar sistem Pemilu terus berkembang setelah Denny Indrayana memberikan bocoran informasi mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa sistem Pemilu akan dilakukan secara tertutup.

Salah satu yang memberikan tanggapan terhadap hal ini adalah pendiri Partai Demokrat sekaligus Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

SBY memberikan beberapa tanggapan, salah satunya adalah menyatakan bahwa putusan MK ini berpotensi menimbulkan chaos di masyarakat.

“Dalam pertanyaan pertama kepada MK, apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem Pemilu diganti ketika proses Pemilu sudah dimulai? Ingat, Daftar Caleg Sementara (DCS) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem Pemilu di tengah jalan dapat menimbulkan ‘chaos’ politik,” tulis SBY dalam akun Twitter resminya pada Senin (29/5/2023).

Itulah kontroversi antara Partai NasDem dan PDIP terkait posisi NasDem dalam koalisi pemerintahan Jokowi serta dukungannya terhadap Anies Baswedan sebagai calon presiden.

Kemudian pernyataan dari Megawati Soekarnoputri mengenai keterbukaan PDI Perjuangan dalam menjajaki kerja sama politik, serta tanggapan SBY terhadap polemik sistem Pemilu, terlihat bahwa suasana politik di Indonesia semakin kompleks menjelang Pemilu 2024.

(Lukas)*

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60