RadarJakarta.id I INTERNATIONAL – Jerman dikabarkan mengalami resesi lantaran konsumsi rumah tangga yang tertekan akibat inflasi dan suku bunga tinggi. Sebelumnya, resesi Jerman sudah ditandai pada tiga bulan terakhir tahun lalu, dimana ekonomi menyusut sebesar 0,5 persen.
“Data PDB Jerman menunjukkan sinyal-sinyal negatif yang mengejutkan,” kata Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner pada Kamis, 25 Mei 2023.
Perekonomian Jerman mengalami resesi pada awal 2023 setelah terjadinya kontraksi dua kuartal berturut-turut.
Mengutip dari Reuters, hal ini ditandai produk domestik bruto Jerman turun sebesar 0,3% pada kuartal pertama tahun ini, yang mengikuti penurunan sebelumnya pada kuartal keempat 2022.
Disebutkan juga resesi sebesar 0,3 persen disebabkan daya beli masyarakat rendah akibat inflasi yang sangat tinggi. Hal ini terjadi lantaran harga barang melambung tinggi sehingga masyarakat Jerman melakukan penghematan.
Oleh sebab itu, ekonomi Jerman berpotensi kehilangan pertumbuhan, dimana konsumsi rumah tangga menurun sebesar 1,2 persen kuartal ke kuartal. Kemudian diikuti pengeluaran pemerintah yang menurun secara signifikan sebesar 4,9%, pada kuartal tersebut.
Sebagai informasi, naiknya inflasi di jerman mengharuskan masyarakat mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Sehingga inflasi menyebabkan berkurangnya daya beli dan tabungan masyarakat, terkhusus masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah.
Terlepas dari itu, resesi ekonomi Jerman juga dipicu dari perang Rusia Ukraina. Ketergantungan yang tinggi pada Rusia untuk pasokan energi menyebabkan resesi, yang akhirnya membebani rumah tangga dan bisnis.
inflasi dipicu oleh kenaikan biaya energi mencapai 7,2 persen pada April. Sementara itu, mengutip dari cwts.ugm.ac.id, per Agustus 2022, tingkat inflasi negara Jerman berada di tingkat 8,3% dan 7,9%.
Tak hanya itu, perang Rusia-Ukraina juga menimbulkan disrupsi yang berdampak pada kestabilan suplai bahan makanan secara global.
Perang tersebut memicu lonjakan harga barang dan energi yang semakin menipis serta mendorong inflasi terus naik.
Dampak inflasi tersebut, terutama dirasakan oleh konsumen yang pengeluarannya untuk barang-barang seperti makanan dan pakaian. Selain itu, inflasi juga berdampak pada penurunan daya beli, pengetatan kebijakan moneter yang agresif, dan perkiraan perlambatan ekonomi AS yang menyebabkan aktivitas ekonomi melemah.
Sebelumnya, guna menahan laju inflasi, bank sentral menaikkan tingkat suku bunga sehingga pinjaman dan kemauan belanja dari masyarakat berkurang. Namun, kenaikan suku bunga tersebut mengarahkan ekonomi global pada resesi yang besar di 2023. Dimana kenaikan suku bunga akan memperlambat pertumbuhan PDB global hingga 0,5%.
(Suwardy)*