Ketum GERAK: Bumi Jakarta Masih Sakit, Saatnya Gubernur Berpihak pada Lingkungan

banner 468x60

RADAR JAKARTA|Jakarta – Peringatan Hari Bumi menjadi pengingat nyata bahwa krisis lingkungan bukan lagi ancaman masa depan, melainkan telah menjadi kenyataan yang mengancam kehidupan warga Jakarta hari ini. Di tengah polusi udara, air yang tercemar, minimnya ruang hijau, serta penurunan muka tanah yang terus terjadi, Bumi Jakarta sedang menanggung beban yang kian berat.

Gerakan Rakyat Jakarta (GERAK) menegaskan bahwa Gubernur DKI Jakarta memikul tanggung jawab besar untuk mengubah arah pembangunan kota agar tidak lagi mengabaikan daya dukung lingkungan.

Pekerjaan Rumah Gubernur untuk ‘Bumi’ Jakarta

1. Kualitas Udara Terburuk di Dunia
Menurut data IQAir per Maret 2025, Jakarta masih berada di tiga besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Konsentrasi PM2.5 mencapai 85 µg/m³, jauh di atas ambang batas aman WHO sebesar 5 µg/m³. Warga di wilayah Jakarta Timur, Utara, dan Pusat menjadi kelompok paling terdampak. Sayangnya, Rencana Aksi Udara Bersih belum berjalan optimal dan masih terkesan seremonial.

2. Penurunan Muka Tanah dan Ancaman Banjir
Rata-rata penurunan muka tanah di Jakarta mencapai 4–6 cm per tahun, dengan wilayah Jakarta Utara mengalami hingga 11 cm per tahun (Data BIG, 2024). Eksploitasi air tanah dan pembangunan masif menjadi penyebab utama. Namun, implementasi Perda Pengendalian Air Tanah masih minim, dan investasi air perpipaan belum memadai.

3. Ruang Terbuka Hijau Masih Jauh dari Target
UU No. 26 Tahun 2007 menetapkan target RTH sebesar 30% dari luas wilayah kota, namun hingga 2024, Jakarta baru mencapai 9,92% (Data Dinas Pertamanan dan Hutan Kota). Kekurangan ini berdampak pada kualitas udara, daya serap air, dan kenyamanan ruang publik.

4. Krisis Sampah dan Minimnya Solusi
Jakarta menghasilkan lebih dari 7.800 ton sampah per hari, namun hanya 4% yang berhasil didaur ulang (DLH DKI, 2024). Ketergantungan pada TPST Bantargebang masih tinggi, sementara program zero waste belum berjalan masif. Perda Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas pun masih mandek di DPRD.

5. Keadilan Iklim Masih Terpinggirkan
Kelompok rentan, seperti warga miskin kota yang tinggal di bantaran sungai, pesisir, dan permukiman informal, menjadi pihak paling terdampak perubahan iklim. Sayangnya, program adaptasi iklim Jakarta masih bersifat jangka pendek dan belum terintegrasi dalam perencanaan pembangunan daerah.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60