RADAR JAKARTA|Jakarta — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyuarakan keprihatinan dan seruan tegas terhadap kehadiran aparat militer di lingkungan kampus. Dalam momen Halal bihalal Idul Fitri 1446 H di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sabtu (19/4/2025), Haedar mengingatkan pentingnya menjaga marwah kampus dan menjaga jarak dari intervensi kekuasaan.
“Kampus harus tetap steril dari intervensi TNI-Polri. Dalam demokrasi, semua elemen harus berada pada relnya masing-masing. Kampus menjaga koridornya, TNI-Polri juga tahu batasnya. Begitu kita dewasa dalam berdemokrasi,” ujar Haedar lantang di hadapan civitas akademika.
Pernyataan ini muncul merespons kehadiran seorang perwira TNI, Kolonel Infanteri Imam Widhiarto, ke lingkungan Universitas Indonesia (UI) dalam acara Konsolidasi Nasional Mahasiswa pada Rabu (16/4). Kehadirannya disebut atas undangan seorang mahasiswa dan pejabat kampus. Namun, hal itu tetap memicu sorotan publik.
“Demokrasi Tanpa Dominasi”
Haedar menekankan bahwa demokrasi Indonesia masih dalam proses konsolidasi. Ia menilai kehadiran kekuatan militer di ruang akademik berpotensi mencederai nilai-nilai kebebasan berpikir dan berdiskusi.
“Kita belum selesai dengan demokrasi kita. Secara formal, kita disebut demokrasi liberal, tapi belum terkonsolidasi. Negara, militer, ormas, hingga kekuatan civil society harus punya ruangnya sendiri dan tidak saling menyingkirkan,” jelasnya.
Menurut Haedar, menjaga posisi dan batas masing-masing adalah kunci menuju demokrasi yang sehat dan matang. Kampus, katanya, harus menjadi ruang aman untuk dialog, bukan tempat dominasi kekuasaan.
“Bukan Soal Siapa Undang Siapa, Ini Soal Etika Demokrasi”
Meski kedatangan Kolonel Imam diklaim atas dasar undangan personal, Haedar menegaskan pentingnya menjaga etika institusional. “Ini bukan semata-mata soal siapa mengundang siapa. Ini soal menjaga etika demokrasi dan menghormati institusi. Kampus bukan ruang kekuasaan, tapi ruang nalar,” katanya.
Haedar juga menyentil peran negara dan seluruh elemen bangsa agar menahan diri dari upaya saling eliminasi. “TNI-Polri punya sejarah, ormas punya sejarah, politik dan masyarakat sipil juga punya sejarah. Kalau semua saling mendominasi, demokrasi tak akan pernah tumbuh,” ujarnya.
Seruan Haedar Jadi Pengingat Bangsa
Pernyataan Haedar Nashir bukan hanya kritik tajam, tapi juga seruan moral bagi semua pihak baik pemerintah, aparat keamanan, kampus, hingga masyarakat sipil untuk menjaga ruang-ruang demokrasi yang sehat.
“Demokrasi kita perlu ruang dialog, bukan tekanan. Kalau kita tidak jaga marwah kampus hari ini, besok kita bisa kehilangan tempat paling netral untuk berpikir jernih,” tegasnya.
Haedar menutup pesannya dengan harapan agar semua elemen bangsa terus belajar menghargai batas dan ruang satu sama lain demi masa depan demokrasi yang lebih beradab.***
Haedar Nashir Tegas: Kampus Bukan Tempat TNI-Polri, Jaga Marwah Demokrasi!
