RADAR JAKARTA|Jakarta – Fenomena viral di TikTok kembali mengguncang dunia fashion. Sebuah unggahan dari akun senbags2 mengklaim bahwa 80 persen tas bermerek mewah dunia diproduksi di China. Video tersebut langsung mencuri perhatian warganet dan telah ditonton lebih dari 10 juta kali hingga saat ini.
Klaim tersebut memicu perdebatan sengit di media sosial, terlebih karena menyasar merek-merek ikonik seperti Hermès, Louis Vuitton, Dior, Gucci, Prada, hingga Calvin Klein. Dalam video yang ramai dibagikan, sejumlah kreator TikTok mengajak konsumen untuk membeli tas luxury brand asal Eropa yang disebut-sebut dibuat di China di tengah kontroversi tarif dagang yang sebelumnya diberlakukan mantan Presiden AS Donald Trump.
Fakta di Balik Produksi Tas Mewah
Menurut laporan Statista 2023, terdapat sekitar 200 hingga 250 merek fesyen dan aksesori yang dikategorikan sebagai brand mewah. Namun, tuduhan bahwa mayoritas produksi dilakukan di China dibantah secara resmi oleh sejumlah pihak dan data publik.
Hermès, misalnya, menegaskan bahwa semua tas mereka dibuat secara eksklusif di Prancis, di fasilitas seperti Pantin, Ardennes, Lyon, dan Normandy. Proses produksinya pun sangat ketat satu tas bisa memakan waktu hingga 40 jam dan hanya boleh dibuat oleh pengrajin bersertifikasi yang telah menjalani pelatihan hingga lima tahun. Setiap produk diberi kode khusus yang menandai lokasi dan tahun pembuatan.
Sementara itu, Prada dan Miu Miu, dua merek teratas dalam Lyst Index kuartal keempat 2024, memproduksi tas mereka di Italia, khususnya di kompleks produksi utama Prada di Valvigna, Tuscany. Begitu pula Saint Laurent yang berada di bawah naungan Kering Group, memiliki fasilitas di Prancis dan Italia, berbagi distrik dengan pabrik Gucci dan Dior.
Antara Realitas, Duplikasi, dan Perang Dagang
Kemunculan konten viral ini tak lepas dari dinamika geopolitik. Pada masa pemerintahan Donald Trump, AS memberlakukan tarif impor baru terhadap sejumlah negara termasuk Uni Eropa. Tarif untuk produk Eropa bahkan melonjak hingga 20 persen, yang memicu spekulasi penyesuaian harga dan relokasi produksi demi efisiensi.
Konten-konten TikTok menyebut, banyak produk yang sebenarnya dibuat di China, lalu dikirim ke Eropa untuk dilabeli sebagai ‘Made in France’ atau ‘Made in Italy’. Namun, berdasarkan regulasi pelabelan di AS dan Uni Eropa, praktik semacam ini dilarang keras.
Meski Trump akhirnya menunda kebijakan tersebut, pasar terlanjur bereaksi. Muncul berbagai alternatif produk dengan harga jauh lebih murah, yang diklaim berasal dari pabrik yang sama dengan merek ternama. Salah satunya adalah video seorang pria yang memamerkan proses pembuatan tas Birkin secara detail dan menyebut biaya produksinya hanya US$1.000 padahal harga retail-nya bisa mencapai US$10.000.
Fenomena serupa juga terjadi pada produk lain. Sebuah video TikTok menampilkan celana yoga dijual seharga US$5 hingga US$6 dari pabrik yang diklaim sebagai pemasok Lululemon, alih-alih harga resmi sekitar US$100. Video ini juga telah ditonton lebih dari 10 juta kali.
Respons Pakar dan Brand
Menanggapi fenomena ini, konsultan bisnis sekaligus kolumnis gaya hidup, Lynda Ibrahim, mengingatkan konsumen untuk lebih cermat dan kritis. “Kita tidak tahu mereka bikin versi aslinya atau bukan. Itu yang orang perlu ingat,” ujar Lynda, Kamis (17/4).
Ia juga menyebut bahwa produk fashion duplikat atau dupe dari China bukanlah hal baru, bahkan sudah lama beredar di pasar Indonesia seperti ITC dan Mangga Dua. “Kalau akhirnya ternyata barang yang muncul di TikTok itu adalah versi dupe, sebenarnya tidak akan terlalu mengubah pasar. Paling hanya muncul cluster baru,” imbuhnya.
Sejauh ini, induk perusahaan brand-brand mewah seperti LVMH (pemilik Louis Vuitton, Dior, Loewe) dan Kering (Gucci, Balenciaga, Saint Laurent) belum memberikan tanggapan resmi atas viralnya isu ini. Namun, mereka secara tegas menyatakan bahwa tidak ada satupun produk mereka yang dibuat di China.
Sementara Lululemon mengonfirmasi bahwa hanya tiga persen produknya yang dibuat di China. Mereka juga menekankan transparansi dengan mencantumkan mitra produksi resmi di situs perusahaan.
Kesimpulan: Bijak Memilih, Kritis Menyikapi
Dalam era digital yang penuh informasi viral, konsumen dituntut lebih cerdas dan tidak mudah terpengaruh narasi yang belum terverifikasi. Meskipun konten-konten TikTok tampak meyakinkan dan menawarkan harga menggiurkan, penting untuk mengenali perbedaan antara produk otentik, duplikat, dan barang tiruan.
Kualitas, etika produksi, dan legalitas tetap menjadi tolok ukur utama dalam memilih produk, terutama dalam kategori barang mewah. Jangan sampai tergoda harga murah namun merugikan nilai dan integritas produk itu sendiri.|Andi Farida*
Viral Klaim Tas Mewah Buatan China, Ini Fakta dan Respons Industri Fashion Dunia
