Haidar Alwi: Mahasiswa Harus Berdialog, Bukan Hanya Menolak RUU TNI

banner 468x60

RADAR JAKARTA | Jakarta – Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, angkat bicara mengenai gelombang penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang baru disahkan. Ia menekankan pentingnya analisis matang dalam menilai kebijakan negara, bukan sekadar bersikap reaktif berdasarkan ketakutan masa lalu.

Menurut Haidar, perubahan dalam UU TNI bukanlah upaya menghidupkan kembali dwifungsi militer, melainkan untuk memastikan stabilitas nasional yang lebih kuat. Ia menegaskan bahwa keamanan yang kokoh akan berdampak positif terhadap kesejahteraan rakyat, sehingga diperlukan pemahaman menyeluruh sebelum menolak kebijakan ini.

Mahasiswa: Katalis Dialog, Bukan Oposisi Tanpa Solusi

Menanggapi demonstrasi mahasiswa yang menolak RUU TNI, Haidar Alwi menegaskan bahwa sikap kritis harus disertai dengan solusi konkret. Ia menilai bahwa aksi protes yang tidak disertai tawaran alternatif hanya akan memperkeruh situasi tanpa memberikan manfaat nyata bagi bangsa.

“Demokrasi bukan sekadar menolak, tapi juga membangun dialog yang solutif. Mahasiswa memiliki peran penting dalam mengawal kebijakan negara, tetapi peran itu harus dijalankan dengan bijak, bukan sekadar turun ke jalan tanpa pemahaman mendalam,” ujar Haidar Alwi, Kamis (20/03/2025).

Ia mengajak mahasiswa untuk lebih aktif dalam membuka ruang diskusi dengan pemerintah dan DPR guna mencari solusi terbaik. Menurutnya, sikap terbuka terhadap dialog akan jauh lebih bermanfaat daripada sekadar demonstrasi yang berujung pada kebuntuan politik.

Menepis Narasi Kembali ke Orde Baru

Salah satu kekhawatiran utama dari pihak yang menolak RUU TNI adalah kemungkinan kembalinya dwifungsi TNI seperti pada masa Orde Baru. Namun, Haidar Alwi menegaskan bahwa asumsi tersebut tidak memiliki dasar yang kuat.

“Kita tidak bisa terus-menerus terjebak dalam trauma sejarah. Yang harus kita lakukan adalah memastikan ada mekanisme kontrol yang baik agar revisi ini tetap berjalan sesuai prinsip demokrasi,” tegasnya.

Menurutnya, revisi UU TNI harus dipahami sebagai upaya memperkuat sinergi antarlembaga negara, bukan sebagai ancaman terhadap supremasi sipil. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih mendalam terhadap substansi perubahan ini sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat merugikan kepentingan nasional.

Kesimpulan: Persatuan untuk Kepentingan Bangsa

Dalam situasi penuh polemik ini, Haidar Alwi mengingatkan bahwa persatuan adalah kunci utama dalam membangun Indonesia yang lebih kuat. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama mahasiswa, untuk mengutamakan diskusi konstruktif dibanding sekadar penolakan tanpa solusi.

“Jika ada poin yang perlu dikoreksi dalam revisi ini, lakukan melalui jalur yang benar. Jangan sampai perbedaan pendapat justru melemahkan bangsa ini. Kebijakan yang baik lahir dari dialog yang sehat, bukan dari sekadar aksi protes tanpa kejelasan,” pungkasnya.

Dengan demikian, Haidar Alwi berharap agar semua pihak dapat melihat RUU TNI sebagai bagian dari upaya memperkuat negara, bukan sebagai ancaman. Semua elemen bangsa diharapkan dapat berkontribusi secara positif agar kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas utama. (*)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60