RADAR JAKARTA|Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan skandal besar dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan PT Pertamina. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, bersama enam tersangka lainnya, diduga terlibat dalam praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun.
Modus Operandi: Pertalite Disulap Jadi Pertamax
Dalam penyelidikan Kejagung, terungkap bahwa PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite (RON 90), kemudian mengoplosnya menjadi Pertamax (RON 92), tetapi tetap membayar dengan harga Pertamax. Modus ini dilakukan dengan teknik blending di depo penyimpanan.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Riva Siahaan, bersama sejumlah petinggi Sub Holding Pertamina, sengaja melakukan pembelian minyak mentah dari luar negeri dengan harga tinggi, sementara produksi dalam negeri justru dikurangi.
“Kami menemukan adanya pemufakatan jahat dalam impor minyak mentah dan produk kilang, yang menguntungkan para broker dengan menaikkan harga sebesar 13-15%,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Senin (24/2).
Tujuh Tersangka, Empat di Antaranya Pejabat Pertamina
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, terdiri dari empat pejabat Pertamina dan tiga pihak swasta sebagai broker.
Empat pejabat Pertamina yang terlibat:
- Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI)
- Agus Purwono – Vice President (VP) Feedstock Management PT KPI
- Yoki Firnandi – Direktur PT Pertamina International Shipping
Tiga tersangka dari pihak broker:
- Muhammad Keery Andrianto Riza – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
- Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim
- Gading Ramadan Joede – Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak
Imbas ke Konsumen: Kerusakan Mesin dan Lonjakan Harga BBM
Praktik pengoplosan BBM ini tidak hanya menimbulkan kerugian negara, tetapi juga berisiko merusak mesin kendaraan. Kendaraan yang menggunakan BBM oplosan berpotensi mengalami penumpukan karbon di ruang bakar, menyebabkan performa mesin menurun drastis, bahkan bisa merusak engine control unit (ECU).
Selain itu, impor minyak yang dilakukan dengan harga tinggi menyebabkan lonjakan harga BBM di dalam negeri, membebani masyarakat dan industri.
Pertamina: Distribusi Energi Tetap Normal
Menanggapi kasus ini, Pertamina menyatakan tetap berkomitmen menjalankan bisnis sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan memastikan distribusi energi kepada masyarakat tidak terganggu.
Kejagung memastikan akan terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru yang terlibat dalam skandal BBM oplosan ini.(*)