RADAR JAKARTA | Jakarta – Sebanyak tiga warga negara (WN) Pakistan diamankan petugas imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) saat mencoba masuk ke wilayah Indonesia dengan menggunakan paspor dan kartu identitas Prancis diduga palsu.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Jakarta, Arief Munandar mengatakan bahwa penangkapan tiga WN Pakistan berinisial SZR,TS, dan MZ ini terjadi pada Rabu (12/2/2025) pukul 16.30 WIB.
Dijelaskan Arief, ketiganya tiba di Terminal 3 Kedatangan Internasional Bandara dari Bangkok, Thailand tetapi tidak berhasil masuk karena paspor yang digunakan tidak terdeteksi mesin autogate.
“Telah dicoba berkali-kali untuk pindai paspor, hasilnya gagal dan paspor tidak terdeteksi pada mesin autogate imigrasi,” kata Arief saat konferensi pers di Kantor Ditjen Imigrasi, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2025).
Dia juga berujar, tiga lelaki WN Pakistan itu terbang dari Lahore, Pakistan menuju Bangkok, Thailand, dan melanjutkan perjalanan ke Jakarta pada Rabu (12/2/2025). Ketiganya hendak transit di Indonesia dengan tujuan utama ke Eropa.
Setibanya di Terminal 3 Kedatangan Internasional Bandara Soetta, ketiganya mengurus izin masuk berupa visa kunjungan saat kedatangan (VoA). Kemudian, SZR, TS, dan MZ melanjutkan pemeriksaan keimigrasian melalui mesin autogate.
Setelah berkali-kali mencoba melintas, mesin autogate tidak bisa memindai paspor yang digunakan. Karena tidak kunjung terdeteksi, petugas imigrasi lantas curiga dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap yang bersangkutan.
Ketika dilakukan pengecekan, tutur Arief, ketiganya mengaku sebagai WN Prancis. Akan tetapi, mereka tidak dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Prancis maupun Inggris sehingga menambah kecurigaan petugas.
Oleh karena itu, SZR, TS, dan MZ dibawa ke ruangan supervisor riksa untuk pemeriksaan fisik dokumen dan wawancara. Berdasarkan data pada Sistem Informasi Profil Penumpang (SIPP) didapati bahwa ketiganya tercatat sebagai WN Pakistan, alih-alih Prancis.
“Petugas juga melakukan pengecekan fisik terhadap barang-barang yang dibawa oleh ketiga WN Pakistan tersebut hingga ditemukan tiga paspor Pakistan milik ketiga orang tersebut,” sambung Arief.
Berdasarkan bukti awal, petugas imigrasi kemudian menyerahkan penanganan perkara kepada penyidik pada Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Soekarno-Hatta.
Hasil penyelidikan prapenyidikan oleh tim penyidik menemukan bahwa SZR, TS, dan MZ ternyata bertujuan ke negara di Eropa. Mereka memperoleh paspor Prancis palsu dari seorang WN Sri Lanka berinisial WJ yang dikenal dari Facebook.
Mereka sepakat membayar 1000 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp17 juta kepada WJ sebagai imbalan atas pembuatan paspor Prancis.
WN Sri Lanka itu menyarankan SZR, TS, dan MZ untuk transit di Indonesia sebelum berangkat ke Eropa. Dia juga menyarankan agar menggunakan paspor Pakistan saat tiba di Thailand dan diganti dengan paspor Prancis saat tiba di Indonesia.
“Jadi, mereka menggunakan paspor Prancis, sehingga seolah-olah menjadi WN Prancis dan mereka akan mudah pergi ke Prancis. Itu memang salah satu syaratnya adalah biasanya mereka mengisi stamp (stempel) dulu di Indonesia untuk bisa nanti ke Prancis, seolah-olah mereka datang dari Indonesia,” pungkas Arief.
Ketiga WN Pakistan tersebut tengah diperiksa atas dugaan tindak pidana keimigrasian, yakni perbuatan menggunakan dokumen perjalan palsu. Mereka dijerat dengan Pasal 119 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.|Ilham*