Selain itu, budaya dan nilai-nilai lokal terwujud dalam “Kehangatan Borobudur”, sementara peristiwa sejarah seperti kerusuhan Mei 1998 diangkat melalui “Kebangkitan”.
Dalam ranah kebangsaan, ia menampilkan “Prabowo Menunggang Kuda” dan “Bapak Raja”. Karya-karya seperti “Gerak Hidup” menyentuh sisi seni dan tari, dan “Aroma Jarik Kawung Ibu”, yang pernah menjadi ilustrasi Cerpen Kompas Minggu, mengangkat kasih dalam konteks warisan tradisi.
Melalui karya-karya ini, Yusuf Susilo Hartono mengajak kita untuk merenung dan mengapresiasi kasih dalam setiap aspek kehidupan, baik itu pribadi, sosial, budaya, atau sejarah.
Sementara itu, Budhi Brassco (Cirebon) menampilkan karya-karya kriya logam kuningan yang menggabungkan unsur seni dan simbolisme dalam mengangkat tema kasih.
Melalui relief-relief yang diciptakannya, ia menghubungkan kasih dengan alam dan kehidupan, menggunakan simbol-simbol binatang dan lingkungan hidup seperti ikan, burung merak, macan, dan naga.
Karya-karya Budhi ini menyoroti hubungan antara kebudayaan dan teknologi, dengan menggambarkan simbol-simbol seperti Candi Borobudur, batik, dan kereta api.
Kriya logam kuningan yang dihadirkan oleh Budhi Brassco ini tidak hanya memperkaya persepsi kita tentang kasih, tetapi juga mengajak kita untuk merenungkan hubungan antara manusia, alam, dan warisan budaya, serta teknologi yang terus berkembang.
Sebagai pecinta seni budaya yang mendukung pameran ini, Anthony Putihrai, Lisa Ayodhua, dan Indira Soediro, melalui podcast mereka masing-masing, mengajak kalangan pengusaha Tanah Air untuk lebih aktif mendukung seniman-seniman Indonesia.
Pameran Seni ‘Ketika Perupa Bicara Kasih’: Karya Yusuf Susilo & Budi Brassco
