Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan orasi yang digelar di depan Istana pada Kamis (6/6/2024).
Radarjakarta.id | JAKARTA – Hari ini, Aksi unjuk rasa massa Serikat buruh di Istana Negara Jakarta, terkait menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro lewat keterangan tertulisnya mengatakan, Sebanyak 1.416 personel gabungan dikerahkan untuk mengamankan aksi unjuk rasa dari serikat buruh di depan Istana Negara Jakarta.
“Sebanyak 1.416 personel dikerahkan untuk mengamankan aksi unjuk rasa,” kata Susatyo, Kamis (6/6/2024).
Susatyo menjelaskan untuk rekayasa lalu lintas akan bersifat situasional. Artinya, rekayasa lalu lintas akan diterapkan melihat situasi dari lokasi apabila ada penumpukan di sekitar aksi unjuk rasa.
“Apabila jumlah massa tidak banyak, lalu lintas normal seperti biasa,”pungkasnya.
Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan unjuk rasa akan digelar di depan Istana pada Kamis (6/6/2024). Aksi dimulai pukul 10.00 dengan titik kumpul di depan Balai Kota dan bergerak ke Istana melalui kawasan Patung Kuda.
“Ribuan buruh yang akan melakukan aksi ini berasal dari Jabodetabek dan berbagai organisasi serikat perkerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, dan juga Serikat Petani Indonesia (SPI) serta organisasi perempuan PERCAYA,” ujar Said Iqbal dalam siaran pers, Rabu (5/6/2024).
Menurut Said Iqbal, kebijakan iuran Tapera merugikan dan membenani pekerja. Dikatakannya meski sudah melakukan iuran sekalipun selama 10 hingga 20 tahun, buruh tetap saja tidak memberikan kepastian bisa memiliki rumah.
“Dalam Tapera, pemerintah dinilai lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah. Hal ini karena Pemerintah hanya bertindak sebagai pengumpul iuran, tidak mengalokasikan dana dari APBN maupun APBD. Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana,” lanjutnya.
Selain aksi menolak PP Tapera, isu lain yang diangkat dalam aksi ini adalah menolak uang kuliah tunggal (UKT) mahal, tolak KRIS BPJS Kesehatan, tolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja, dan hapus out sourcing tolak upah murah (HOSTUM).***