Radarjakarta.id | JABODETABEK – Jaringan Indonesia Positif (JIP) menggelar Media Breafing dalam penanganan HIV AIDS dengan tema “Mampukah Indonesia Mencapai Zero Diskriminasi HIV pada tahun 2030?” kegiatan ini melalui zoom meeting dengan peserta se Jabodetabek. Selasa (26/3/2024).
Menurut Timotius Hadi, selaku Advocacy Specialist Jaringan Indonesia Positif mengatakan sejak didirikan pada 2014 hingga saat ini, Jaringan Indonesia Positif (JIP) telah mendapat pelaporan terjadinya bentuk stigma dan diskriminasi yang dialami oleh orang yang hidup dengan HIV di Indonesia.
Dia menambahkan beberapa tanggapan telah dilakukan untuk penyelesaian kasus yang ditemukan meliputi: penyediaan kanal pengaduan, layanan konseling, pendampingan kasus bagi korban serta melakukan audiensi kepada stakeholder terkait baik level pemerintah (kementrian atau subdinas) maupun swasta termasuk mitra dari Komnas Perempuan.
“Selama bulan Mei-Oktober 2023, kami JIP meneliti indeks stigma dan diskriminasi yang dialami oleh orang dengan HIV di Indonesia dengan menggunakan instrumen penelitian global yang disebut dengan ‘Stigma Index 2.0,” katanya.
Instrumen penelitian ini dikembangkan oleh beberapa organisasi tingkat global, seperti Global Network People Living with HIV (GNP+), International Community of Women Living with HIV (ICW), UNAIDS dan International Planned Parenthood Federation (IPPF).
Stigma Index di Indonesia tahun 2022 mengumpulkan informasi yang beragam mengenai pengalaman orang dengan HIV di Indonesia yang menghadapi stigma dan diskriminasi.
“Stigma Index 2.0 yang dilakukan oleh kami JIP berhasil menyasar 1400 orang yang hidup dengan HIV di 16 provinsi sebagai responden,” katanya.
Fitriana Puspitarani, Research Officer, Divisi Riset, Pengembangan Komunitas dan Media JIP, menyampaikan bahwa beberapa temuan pada penelitian ini antara lain sebesar 35,9% orang yang hidup dengan HIV menstigma dirinya sendiri, dan 13,4% orang yang hidup dengan HIV mendapatkan stigma dari orang lain.
Stigma dan diskriminasi juga terjadi di layanan kesehatan oleh tenaga kesehatan dalam 12 bulan terakhir (21,5%).
Stigma dan diskriminasi pada orang yang hidup dengan HIV dari kelompok populasi kunci, lebih tinggi dibandingkan kelompok non populasi kunci, (Stigma eksternal pada kelompok populasi kunci sebesar 17,1% dan non populasi kunci sebesar 11,1%.
Stigma internal pada kelompok populasi kunci sebesar 39,8% dan non populasi kunci sebesar 33,5%, stigma di layanan HIV pada kelompok populasi kunci sebesar 24,7% dan non populasi kunci sebesar 16,4%, stigma di layanan non HIV pada kelompok populasi kunci sebesar 22,9% dan non populasi kunci sebesar 12,1%).
Hasil temuan awal dari penelitian Stigma Index 2.0 Indonesia telah disampaikan kepada stakeholder terkait, khususnya kepada Kementerian Kesehatan RI.
“Hal tersebut dilakukan dengan harapan bahwa temuan-temuan hasil Stigma Index 2.0 bisa digunakan sebagai acuan dan bahan pertimbangan dalam menyusun program penanggulangan HIV yang lebih humanis, termasuk kampanye anti diskriminasi dan memantau berbagai kegiatan penanggulangan HIV di Indonesia”, katanya. | Maya*