Sosok Waliyin, Pelaku yang Memutilasi Mahasiswa UMY di Sleman

banner 468x60

Radarjakarta.id |SLEMAN— Waliyin, pria 29 tahun dari Magelang yang dikenal pendiam, dan temannya berinisial RD, diduga memutilasi Redho Tri Agustian, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Tetangga Waliyin di rumah indekos di Krapyak, Triharjo, Sleman, mengenalnya sebagai sosok pendiam yang jarang bertegur sapa. Reno tinggal bersebelahan persis dengan kamar Waliyin. Pria asal Sumatra itu tak menyangka tetangga indekosnya menjadi pelaku pembunuhan.

“Enggak menyangka. Sebab dia [Waliyin] selama ini kan baik-baik saja,” ujarnya.

Waliyin cenderung tertutup dan pendiam. Reno hanya tahu Waliyin bekerja di sebuah restoran. Namun, Reno tak tahu persis di restoran mana Waliyin bekerja. “Dia sempat ngomong kerja di resto. Tapi enggak tahu resto daerah mana,” ujarnya.

“Memang tertutup orangnya.”

Interaksi Waliyin dan tetangga kos terbilang minim, hanya sebatas tegur sapa saat Waliyin akan berangkat kerja. “Kalau pulangnya sudah malam, jam 10 kadang-kadang,” ucap Reno.

“Iya [tegur sapa biasa saja], enggak lebih dari itu.”

Selesai kerja, Waliyin biasanya langsung masuk ke kamar, tidak pernah ikut kongkow bersama tetangga kos.

“Duduk-duduk di sini enggak pernah. Walaupun kami ramai-ramai, kalau pulang kerja dia pasti langsung masuk kamar. Enggak pernah gabung sama kami, makanya saya enggak tahu karakter yang selain itu,” ucap Reno.

Menurut ingatan Reno, Waliyin belum lama tinggal di indekos. “Paling satu tahun. Agustus nanti satu tahun,” tuturnya.

Reno sama sekali tak mendengar suara gaduh atau ribut-ribut dari kamar Waliyon pada pekan lalu. Padahal, menurut tim penyidik Polda DIY, Redho dimutilasi di kamar tersebut. “Enggak ada [kedengaran], enggak ada terdengar apa-apa di sini, enggak ada,” ujarnya.

Selain itu, baik Reno maupun keluarganya juga tidak mencium bau tertentu dari kamar Waliyin “Enggak ada [bau]. Khusus bagi aku kan, enggak ada [bau],” ucap dia.

“Keluarga juga enggak ada yang mengeluh [perihal bau].”

Lantaran tak mendengar suara ribut maupun bau tertentu, Reno mengira kematian Redho dan mutilasi terhadapnya tak terjadi di kamar Waliyin.

“Bunyi keran air saja kedengaran. Seandainya pembunuhan juga masa kami enggak dengar.”

Waliyin adalah pria 29 tahun dari Kajoran, Magelang. Dia dan temanya yang oleh polisi hanya disebut sebagai pria 38 tahun berinisial RD yang berdomisili di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, memutilasi Redho Tri Agustian, mahasiswa 20 tahun asal Pangkalpinang, Bangka Belitung, yang berkuliah di UMY

Redho dimutilasi di rumah indekos Waliyin. Sebelum dimutilasi, Redho dan Waliyin serta RD melakukan apa yang disebut polisi sebagai aktivitas tak wajar disertai kekerasan berlebihan. Akibatnya, Redho meninggal dunia.

Lantaran panik, Waliyin dan RD memutilasi. Keduanya bahkan merebus tangan dan kaki Redho untuk mengaburkan sidik jari. Upaya tersebut gagal karena polisi berhasil mengidentifikasi Redho lewat sidik jari. Waliyin dan RD lantas membuang potongan tubuh Redho yang sudah dibungkus plastik ke lima tempat di Sleman.

Kepala korban dikubur di dekat Sungai Krasak, Merdikorejo, Tempel. Tulang dan organ dalam korban ditemukan di sungai di Bangunkerto, Turi.

Kemudian daging dan organ dalam serta pakaian dan sandal korban ditemukan di Kali Nyamplung, Jlegongan, Margorejo, Tempel. Potongan daging korban lainnya ditemukan di Sungai Nglinting perbatasan Lumbungrejo-Merdikerejo. Selanjutnya ponsel milik korban ditemukan di Ngebong, Margorejo, Tempel.

Berdasarkan pemeriksaan polisi, Waliyin, Redho, dan RD berkenalan lewat sebuah grup di Facebook. Ketiganya kemudian membuat janji bertemu di rumah indekos Waliyin di Triharjo. Setelah bertemu, mereka melakukan aktivitas tak wajar disertai kekerasan berlebihan satu sama lain yang berujung kematian Redho.

Bergabungnya Waliyin, RD, dan Redho dalam satu grup yang berujung kematian dan mutilasi membuat tim penyidik Polda DIY menelusuri grup-grup di media sosial yang diikuti Waliyin dan RD. Grup-grup itu diselidiki lewat ponsel Waliyin dan RD yang sudah disita.

“Kami juga melakukan digital forensik terhadap ponsel milik para pelaku,” kata Wadirreskrimum Polda DIY, AKBP K. Tri Panungko Tri Panungko, saat jumpa pers di Mapolda DIY, Selasa (18/7).

“Di ponsel pelaku ada grup-grup WA [WhatsApp], grup-grup Facebook maupun media sosial lainnya, semuanya kami dalami.”

Polda DIY juga membentuk Satgas Siber untuk memantau hasil dari digital forensik untuk mengungkap isi pembicaraan dari grup-grup yang ada di ponsel pelaku.

“Kami membentuk Tim Satgas Siber untuk memantau hasil dari digital forensik yang kami lakukan. Ini [digital forensik] memang membutuhkan waktu,” katanya.

Tim penyidik sempat kesulitan mengungkap identitas korban, karena potongan tangan yang ditemukan sudah rusak. Namun berkat keuletan tim forensik, identitas korban akhirnya terkuak. Dari hasil identifikasi, sidik jari korban 99% identik dengan Redho, mahasiswa UMY yang terakhir kali terlihat oleh teman indekosnya di Kasihan, Bantul, pada Selasa (11/7/2023). Potongan tubuh Redho pertama kali ditemukan oleh warga di Sungai Bedog, Turi, Sleman, pada Rabu (12/7/2023) malam. Keluarga Redho kemudian membuat laporan orang kehilangan ke Polsek Kasihan pada Kamis (13/7/2023).

“Langkah yang kami lakukan melibatkan pemeriksaan Inafis. Kami membandingkan persamaan sidik jari yang kami temukan di lokasi kejadian dengan temuan orang hilang dan ternyata identik, nilainya 99 persen,” kata Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol FX Endriadi.

Identitas Redho juga terungkap dengan cara pengenalan visual. Polisi menunjukkan sejumlah barang yang ditemukan di lokasi kejahatan kepada keluarga korban.

“Keluarga korban memastikan barang-barang yang ditemukan di lokasi seperti kaus, celana pendek, sandal gunung benar-benar milik korban,” ujarnya.

Polisi juga memeriksa DNA Redho dengan keluarganya. “Kami menunggu hasil uji DNA korban. Identitas sidik jari identik, tetapi ada item-item lain yang perlu kami kumpulkan,” katanya.

(Red)*

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60