RadarJakarta.id I JAKARTA – Budayawan Antonius Benny Susetyo menyampaikan, gagasan tentang pentingnya keadaban demokrasi yang harus diwujudkan dalam bernegara di Republik Indonesia. Namun upaya itu menjadi persoalan, karena menurutnya keadaban demokrasi dibangun di tengah-tengah hiruk-pikuk kekuatan media sosial yang kerap kali menggunakan cara-cara yang menghancurkan demokrasi.
Menurut Benny, sapaan akrabnya, demokrasi yang bermartabat tidak bisa dibangun dalam situasi yang tidak menyenangkan, yang dipenuhi dengan kebencian dan pertentangan suku, etnis, dan agama. Kecerdasan para pengguna media sosial kerap kali tidak memperhatikan aspek-aspek bab dunia demokrasi.
“Kesadaran membangun keadaban demokrasi hanya bisa terjadi kalau fungsi silang negara, pasar, dan warga itu saling melakukan tugas dan kewajibannya masing-masing. Negara pembuat regulasi, pasar adalah tawar-menawar, dan warga adalah bagaimana mereka mengawasi baik negara dalam arti pemerintah sedangkan pasar agar mereka tidak melakukan perselingkuhan”, jelasnya.
Pakar Komunikasi politik itu juga menyampaikan, bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan eksistensi atas nilai-nilai yang disepakati bersama yaitu nilai-nilai dimana setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama, nilai-nilai tersebut harus dihormati, sehingga masing-masing pribadi mempunyai tanggung jawab moralitas untuk membangun kesadaran demokrasi yang rasional.
“Demokrasi yang rasional membutuhkan kesadaran etis bagi masyarakatnya. Disinilah pentingnya membangun sebuah peradaban. Peradaban demokrasi harus dibangun kepada kepatuhan nilai, yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai itu harus menjadi gugus insting yang mempengaruhi cara berpikir bertindak bernalar, berelasi, baik elit politik, pelaku pasar, dan warga negara”, tuturnya.
Lebih lanjut menurut Benny, pentingnya peradaban demokrasi harus dibangun lewat upaya internalisasi nilai-nilai etis bersama.
“Nilai-nilai etis itu harus menjadi kesadaran para pelaku politik, warga, dan pelaku pasar. Karena hanya dengan kesadaran dan dilakukan dengan tahu, mau, dan sadar, maka ini harus menjadi kebiasaan kita dalam membangun peradaban demokrasi. Karena peradaban demokrasi tanpa kesadaran etis maka dia akan sulit diwujudkan”, ujarnya.
Bagi benny saatnyalah Bangsa Indonesia keluar dari lingkaran keperduliannya, yang peduli pada suku, etnis, kelompoknya atau kepada cara berpikir yang picik yang selalu melihat orang lain sebagai musuh.
“Maka orang harus mulai keluar dari lingkaran keperdulian menjadi lingkaran keterpengaruhan kepada nilai kemanusiaan yang universal,” ucapnya.
Menurut Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila tersebut, demokrasi yang bermartabat mampu menghasilkan gagasan yang memberikan solusi dan alternatif menjawab tantangan global.
“Maka dibutuhkan kesadaran bersama dan pendidikan politik untuk membuat warga kita menjadi sadar pentingnya membangun peradaban demokrasi yang berdasarkan nilai-nilai keutamaan Pancasila,” pungkasnya.
Menghadapi pesta demokrasi, Benny juga mengajak para elit politik untuk menyudahi segala kecurigaan dan pola transaksi dalam berpolitik.
“Politik adalah menjadi pelayan publik, elit politik melayani publik, dipanggil untuk membangun politik peradaban, bukan politik bumi hangus. Argumentasi sekedar provokasi, kecurigaan, intrik dan politik, silang pendapat, harus dihentikan. Lingkaran yang hanya mementingkan kepentingan diri sendiri harus dihilangkan, karena merugikan banyak orang,” sebutnya.
Politik yang bersendikan nilai-nilai Pancasila, ujar Benny, adalah politik yang menjunjung tinggi kemanusiaan dengan dasar asa takut akan Tuhan.
Senada dengan itu, Benny mengutip sebuah perkataan Franz Magnis-Suseno SJ yang mengatakan bahwa “Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa”.
(Red)*