Radarjakarta.id | MEDAN – Pertempuran Medan Area merupakan salah satu pertempuran yang terjadi di Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. Bukti dari pertempuran Medan Area adalah Tugu Apollo Medan yang dibangun sebagai simbol perjuangan.
Tugu Apollo Medan berada di Jalan Sutomo atau Jalan Veteran. Tugu ini dibangun sebagai simbol perjuangan para laskar rakyat atau para pahlawan yang bertempur mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada pertempuran Medan Area.
Sejarawan muda Kota Medan M Azis Rizky Lubis menjelaskan bahwa tugu ini sudah dibangun sekitar 50 tahun yang lalu. Tugu ini merupakan salah satu bukti dari perjuangan pertempuran Medan Area.
“Tugu Apollo ini adalah salah satu bukti ya dari beberapa bukti yang ditinggalkan dari pertempuran Medan Area, yang salah satunya itu selain Tugu Apollo ada Tugu Treves yang ada di wilayah Deli Serdang. Tugu Apollo ini sudah ada sekitar sejak 50 tahun yang lalu ya,” kata Azis Risky kepada detikSumut, beberapa waktu lalu.
Pertempuran Medan Area, kata Azis, tidak kalah sengit dan dahsyat dibandingkan dengan Bandung Lautan Api. Karena pertempuran Medan Area salah satu pertempuran yang cukup lama dan memakan korban jiwa yang banyak.
“Kita ketahui pertempuran Medan Area itu sebenarnya lebih dahsyat dari Bandung Lautan Api dan pertempuran Ambarawa. Bahkan pertempuran itu cukup lama, tidak hanya setahun pertempuran itu dan banyak memakan korban jiwa,” ujarnya.
Namun, saat ini tugu tersebut tidaklah terlihat seperti simbol dari perjuangan laskar rakyat di Kota Medan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia
Tugu simbol perjuangan itu ditempati para orang-orang kurang beruntung. Terlihat pakaian bergantungan dan alas tempat tidur ada di dalam tugu tersebut. Tak hanya itu, beberapa bagian sisi tugu juga terlihat sudah berlumut. Memang tugu tersebut dikelilingi oleh pagar, namun saat ini beberapa bagian pagar itu telah hilang entah kemana.
Tempat tidur dan beristirahat para gelandangan atau orang yang kurang beruntung hidup di jalanan itu juga dibenarkan oleh seseorang pedagang yang sering duduk di taman Tugu Apollo itu. Ia mengatakan, para gelandangan itu bahkan menyimpan baju mereka dan tidur di dalam tugu tersebut.
“Tidur di sininya orang itu, bajunya dibawa ke dalam. Terkadang ada juga yang kalau nyuci baju di laundry mereka. Yang tidur situ mulai tukang parkir, anak-anak jalanan ini, bergantian itu setahu saya,” ucap Inur.
Melihat hal itu, Azis Risky sangat menyayangkan hal tersebut. Seharusnya tugu yang menyimbolkan sebuah perjuangan harus bernasib seperti itu.
“Inikan merupakan simbol dari perjuangan bagi masyarakat di Kota Medan dan masyarakat Sumut yang berjuang untuk menghalangi Inggris dan sekutunya yang pada pada saat itu membawa Belanda melalui tentara NICA,” ujarnya.
“Kita sebagai masyarakat banyak yang tidak mengetahui tugu apa yang berdiri tegak di kawasan Sambu ini. Padahal tugu ini adalah bagian dari tempat tempat perjuangan rakyat atau laskar-laskar rakyat pada saat itu dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui pertempuran Medan Area,” sambungnya.
Tugu Apollo yang seperti ditelantarkan, lanjut sejarawan Kota Medan itu, memang tidaklah sepenuhnya kesalahan dari pemerintah. Namun, ia menyebut karena masyarakat yang tidak mengetahui apa arti dari tugu tersebut sehingga mereka menjadikan tugu itu seperti tidak bernilai.
“Kemudian berkaitan dengan pemerintah yang seperti menelantarkan tugu ini sehingga menjadi tempat tempat peristirahatan bagi masyarakat yang kurang beruntung. Saya kira ini cukup riskan ya, tetapi kita juga tidak dapat berbuat banyak terutama pemerintah meskipun sudah memagari, memberikan perlindungan pada tugu tersebut, lagi lagi kesadaran kita sendiri terutama masyarakat yang kemudian sudah menurun dan berkurang,” ucapnya.
Akan tetapi ia mengatakan bahwa pemerintah haruslah memberikan penyegaran kembali terhadap tugu tersebut agar masyarakat bisa memahami simbol perjuangan pada tugu Apollo.
Program yang dimaksud oleh Azis seperti memberikan pengetahuan tempat bersejarah dan dijadikan tugu bersejarah sebagai tempat wisata agar bisa dikenali oleh masyarakat.
“Untuk itu ya saya kira, pemerintah Kota Medan melalui dinas terkait ini perlu memberikan penyegaran kembali. Kalau misalnya kita lihatnya beberapa tempat lain yang terjaga seperti di Monas dan sebagainya itu kan tentunnya memiliki pengamanan yang khusus ya. Tetapi kita lihat di kota Medan ini tugu yang bersejarah tidak ada pengamanan khusus karena memang tugu yang ada di Kota Medan memang tidak menjadi bagian destinasi wisata di Kota Medan,” ujarnya. | Doel*