JAKARTA, Radarjakarta.id — Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan kebijakan baru untuk menekan peredaran rokok ilegal sekaligus menata ulang industri hasil tembakau nasional. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa mulai Desember 2025, pemerintah akan menerapkan tarif cukai khusus bagi produsen rokok ilegal dalam negeri yang bersedia bergabung ke Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Langkah ini diambil agar produsen rokok ilegal beralih ke jalur legal dan terpantau oleh otoritas, sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara dari cukai sekaligus menciptakan persaingan industri rokok yang lebih adil.
“Kita rapikan pasarnya. Tutup pasar kita dari barang-barang ilegal. Untuk produsen dalam negeri yang masih ilegal, kita ajak masuk ke sistem yang legal di KIHT dengan tarif cukai tertentu. Harusnya Desember sudah mulai jalan,” ujar Purbaya di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (3/11).
Latar Belakang: Rokok Ilegal Asing Rugikan Industri Dalam Negeri
Menurut Purbaya, kebijakan ini lahir karena maraknya peredaran rokok ilegal asal luar negeri — terutama dari China dan Vietnam — yang menekan industri rokok lokal yang telah membayar cukai tinggi.
Kondisi tersebut dinilai tidak hanya merugikan negara dari sisi penerimaan pajak, tetapi juga membuat produsen rokok legal dalam negeri terpuruk.
“Kalau kebijakannya seperti ini, yang rugi kita sendiri. Rokok legal kita mati, tapi rokok ilegal dari luar negeri malah tumbuh. Itu tidak adil,” tegasnya.
Pendekatan Baru: Pembinaan, Bukan Penindakan Langsung
Alih-alih menindak secara keras di awal, pemerintah kini memilih strategi pembinaan dan integrasi.
Purbaya menyebut telah menugaskan tim khusus untuk berdialog dengan para “juragan rokok” yang masih beroperasi secara gelap agar mereka bersedia masuk ke sistem legal di bawah pengawasan Kementerian Keuangan.
“Bukan kita binasakan, tapi kita bina. Kami sudah kirim orang untuk bicara langsung dengan pelaku di lapangan,” jelasnya.
Kebijakan ini juga disebut akan memberikan ruang bagi usaha kecil menengah (UKM) di sektor tembakau untuk bertahan, tanpa merusak pasar maupun merugikan pelaku industri legal yang sudah lama taat aturan.
KIHT Jadi Pusat Pengawasan Produksi Rokok
Pemerintah kini tengah mempercepat pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di beberapa daerah, termasuk Jawa Timur dan Madura.
KIHT akan menjadi kawasan terpusat tempat produsen rokok legal beroperasi di bawah pengawasan Bea Cukai, sehingga alur produksi, distribusi, dan pungutan cukai dapat lebih mudah diawasi.
“Kalau sudah masuk KIHT, pengawasan jadi lebih mudah. Kita bisa bedakan mana rokok lokal dan mana rokok asing,” ungkap Purbaya.
Tahap awal, proyek KIHT di Jawa Timur ditargetkan mulai beroperasi pada Februari 2026, sementara kawasan serupa di Madura akan segera menyusul setelah dilakukan pertemuan langsung dengan para produsen lokal.
Cukai 2026 Ditahan, Fokus pada Penataan Pasar
Sebagai pelengkap kebijakan ini, pemerintah juga memastikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tidak akan naik pada 2026. Tujuannya adalah memberi ruang napas bagi industri rokok dalam negeri yang selama ini terbebani tarif tinggi.
Selain itu, langkah ini diharapkan dapat menekan peredaran rokok ilegal, sekaligus menjaga stabilitas industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja di sektor tembakau.
Langkah Tegas Setelah Masa Transisi
Purbaya menegaskan bahwa setelah masa pembinaan dan integrasi selesai, pemerintah tidak akan memberi toleransi terhadap pelaku yang masih memilih beroperasi di luar sistem.
“Kalau nanti sudah jalan dan masih ada yang bermain gelap, kita sikat. Tidak ada kompromi,” tegasnya.|Ucha*
Purbaya Siapkan Kebijakan Cukai untuk Rokok Ilegal











