JAKARTA, Radarjakarta.id – Pemerintah Indonesia terus mendorong tumbuhnya care economy atau ekonomi perawatan sebagai bagian dari strategi pembangunan inklusif dan berkelanjutan.
Hal ini ditegaskan Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, saat membuka National Care Economy Workshop yang digelar oleh ITUC-Asia Pacific dengan dukungan ILO Indonesia, Jumat (4/7/2025) di Jakarta.
“Ekonomi perawatan bukan hanya isu sosial, tapi peta jalan masa depan. Ini adalah respons nyata terhadap tantangan seperti penuaan penduduk, meningkatnya kebutuhan tenaga perawatan, serta beban ganda yang masih banyak dialami perempuan,” ujar Wamen PPPA Veronica Tan dalam sambutannya.
Wamen PPPA menyoroti rendahnya pengakuan terhadap pekerjaan perawatan, terutama yang berada di lingkup domestik dan nonformal seperti pengasuh anak, pendamping lansia, dan pekerja rumah tangga (PRT).
“Padahal, di sejumlah negara seperti Jepang, Singapura, dan Korea Selatan, profesi caregiver diakui secara hukum, dihargai secara ekonomi, dan dilindungi secara sosial,” ujar Wamen PPPA.
“Meski sangat dibutuhkan, banyak care worker di Indonesia yang tidak mendapat pengakuan hukum, tak memiliki jaminan sosial, serta minim akses pelatihan. Kita perlu mengubah mindset, menjadikan mereka sebagai bagian dari sektor formal demi kesejahteraan dan kualitas hidup yang lebih baik,” lanjutnya.
Wamen PPPA menekankan pentingnya peran pemerintah dalam membangun sistem pendukung ekonomi perawatan melalui regulasi yang kuat, sistem sertifikasi yang baku, serta kolaborasi lintas sektor yang adaptif.
Ia menambahkan bahwa Kemen PPPA bersama kementerian/ lembaga lain telah meluncurkan Peta Jalan Ekonomi Perawatan dan membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Ekonomi Perawatan untuk memfasilitasi ekosistem ini tumbuh secara sistemik.
“Outcome-nya harus jelas. Tak hanya pelatihan, tapi juga peningkatan keterampilan secara berjenjang, pengakuan profesi, kesempatan kerja yang terbuka, dan akses terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Semua itu hanya bisa dicapai lewat kolaborasi multipihak,” pungkasnya..
Sementara itu, Anna Lee Fos Tuvera, Direktur Kesetaraan Gender ITUC-Asia Pacific, mengatakan bahwa workshop ini diselenggarakan untuk memastikan serikat buruh berperan aktif dalam penyusunan dan pengawasan implementasi Peta Jalan Ekonomi Perawatan Nasional.
Kegiatan ini diikuti oleh afiliasi ITUC-AP seperti KSBSI, KSPI/CITU, KSPSI, Federasi Pekerja Rumah Tangga Internasional (IDWF), serta Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).
Sebagai pemangku kepentingan utama, serikat buruh perlu berkontribusi secara konstruktif. Namun sejauh ini, keterlibatan mereka masih terbatas.
“Workshop ini menjadi momentum penting untuk membangun kapasitas afiliasi kami, mendorong dialog, dan merumuskan langkah konkret agar pekerjaan perawatan diakui dan dilandasi prinsip kerja layak,” terang Anna Lee.
Sebagai informasi, The International Trade Union Confederation Asia Pacific (ITUC-AP) merupakan organisasi regional dari ITUC yang mewakili 62 pusat serikat buruh nasional di 36 negara dan wilayah, dengan total anggota lebih dari 60 juta orang di kawasan Asia Pasifik. | Guffe*