JAKARTA, Radarjakarta.id — R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, kembali melontarkan ide progresif: melunasi utang luar negeri Indonesia senilai Rp7.038 triliun melalui skema gotong royong rakyat, yang ia sebut Dana Kedaulatan Nasional.
Menurut Haidar, gagasan ini bukan untuk menggantikan peran negara, melainkan sebagai bentuk solidaritas nasional dan upaya kolektif menyelamatkan ruang fiskal yang kian menyempit.
Fiskal Tertekan, Belanja Sosial Tergerus
Pada 2025, pemerintah telah mengalokasikan Rp1.072 triliun untuk pembayaran utang, termasuk Rp552,9 triliun untuk bunga. Beban ini menyedot lebih dari 45% anggaran belanja pusat, mengurangi ruang bagi sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan subsidi.
Dua bulan pertama 2025 saja, Rp79,3 triliun telah dikeluarkan hanya untuk bunga. Haidar menilai kondisi ini perlu solusi non-tradisional yang menggabungkan pendekatan fiskal, sosial, dan moral.
Skema Kontribusi Berdasarkan Kemampuan Ekonomi
Berdasarkan simulasi yang ia buat, skema gotong royong ini dirancang adil dan realistis, membagi 284,5 juta penduduk Indonesia ke dalam tiga kelompok:
Desil 1–4 (40% populasi / 113,8 juta jiwa): Masyarakat miskin, dibebaskan dari iuran.
Desil 5–8 (35% populasi / 99,6 juta jiwa): Kelas menengah, iuran Rp5 juta per orang selama 5 tahun (Rp83 ribu/bulan).
Desil 9–10 (25% populasi / 71,1 juta jiwa): Kelas atas, iuran Rp85 juta selama 5 tahun (Rp1,4 juta/bulan).
Potensi Dana Terkumpul:
Kelas menengah: Rp498 triliun
Kelas atas: Rp6.043,5 triliun
Total: Rp6.541,5 triliun (93% dari total utang luar negeri)
Sisanya bisa ditutup dari diaspora Indonesia, filantropi, CSR BUMN, dan optimalisasi aset non-strategis negara.
Korupsi Harus Dihentikan, Rakyat Butuh Jaminan Moral
Haidar juga mendorong percepatan pemulihan aset korupsi, tapi menegaskan bahwa ini bukan solusi utama. Ia mengingatkan agar pengorbanan rakyat tak dikhianati oleh korupsi pejabat.
> “Jika rakyat bersedia turun tangan, pejabat wajib naik standar integritas. Satu rupiah korupsi di tengah semangat gotong royong adalah pengkhianatan terhadap bangsa,” tegasnya.
Partisipasi Sukarela, Bukan Pajak Baru
Haidar menekankan bahwa Dana Kedaulatan Nasional bukan pungutan wajib, melainkan partisipasi sukarela yang diatur dengan asas keadilan sosial. Ia mendorong Presiden dan DPR membentuk payung hukum khusus untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan kelompok rentan.
“Ini ajakan cinta tanah air yang konkret. Tidak semua harus membayar, tapi semua harus merasa memiliki,” ujarnya.
Usulan UU Hukuman Mati untuk Koruptor
Sebagai jaminan moral atas pengorbanan rakyat, Haidar mendesak DPR dan pemerintah mengesahkan UU Hukuman Mati bagi Koruptor, terutama bagi pelaku yang mencuri dana rakyat di tengah krisis fiskal.
“Rakyat rela menyumbang untuk negara, maka negara wajib memberi perlindungan total. Hukuman mati harus jadi harga mati,” tegasnya.
Bangkit Bersama, Bukan Bantuan Asing
Haidar mengajak semua pihak, baik dari pemerintahan maupun oposisi, untuk mendukung gerakan ini sebagai agenda nasional, bukan politik. Dengan semangat gotong royong, Indonesia bisa mencatat sejarah sebagai bangsa besar yang melunasi utangnya dengan kekuatan rakyat sendiri.
“Rakyat telah membayar dengan keringat, jangan biarkan pejabat mencuri dengan senyum,” tutupnya tajam.***
Haidar Alwi Usul Dana Kedaulatan Nasional, Solusi Gotong Royong Lunasi Utang Rp7.038 Triliun dalam 5 Tahun
