RADAR JAKARTA|Gresik – Setelah merayakan Idulfitri 1446 Hijriah, rombongan Tim Religi Family melakukan ziarah religi ke salah satu situs penting dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, yaitu makam Siti Fatimah binti Maimun di Gresik, Jawa Timur.
Terletak di Dusun Leran, Desa Pesucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, makam Siti Fatimah bukan sekadar tempat peristirahatan terakhir seorang tokoh, tetapi menjadi simbol keteguhan dakwah Islam yang dilakukan oleh seorang perempuan muda dari tanah jauh. Dalam usia belia, ia mengorbankan kenyamanan demi menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa.
Siti Fatimah, yang juga dikenal dengan nama Putri Retno Suwari, lahir pada tahun 1064 M. Ia merupakan putri dari Maimun atau Sultan Mahmud Syah Alam, seorang bangsawan asal Iran, dan ibunya, Siti Aminah, berasal dari Aceh. Siti Fatimah juga keponakan dari Syekh Maulana Malik Ibrahim, yang lebih dikenal sebagai Sunan Gresik—salah satu Wali Songo yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Nusantara.
Menurut keterangan juru kunci makam, Ainur Rofi’ah, Siti Fatimah dikirim ke Jawa oleh pamannya untuk melanjutkan misi dakwah Islam melalui jalur perkawinan dengan seorang raja lokal beragama Buddha. Namun takdir berkata lain. Sebelum rencana pernikahan terlaksana, ia wafat akibat wabah yang melanda kawasan Leran pada tahun 1082 M, dalam usia 18 tahun.
Kini, makam Siti Fatimah berdiri dalam bangunan cungkup bergaya candi seluas 4×6 meter dan tinggi sekitar 16 meter. Di dalamnya, turut dimakamkan empat pengikut setianya: Putri Seruni, Putri Keling, Putri Kucing, dan Putri Kamboja. Haul Siti Fatimah diperingati setiap 15 Syawal, hari yang juga menandai ditemukannya kembali makam ini setelah sempat hilang selama hampir 400 tahun.
Pada Sabtu, 5 April 2025, reporter askara.co Erfan Pratama bersama Tim Religi Family—terdiri dari Arif Wibowo, Didik Djatmiko, Prasmono Wuriyanto, Djuliyanto, Vivin, Indah Aurelya Pratama, Rafael Dwiarya Khalfani, dan Adam Ghifari—melakukan ziarah ke makam tersebut. Sebelum memasuki kompleks makam, rombongan menunaikan salat Zuhur dan Ashar.
Kompleks makam Siti Fatimah terkunci dan hanya bisa diakses melalui izin dari juru kunci. Usai berziarah, perjalanan religi dilanjutkan ke kompleks makam panjang yang berisi enam makam, masing-masing berukuran 9 meter. Tiga makam di sisi kiri telah dipagari, sementara dua di sisi kanan berada dalam pagar, dan satu lainnya dibiarkan terpisah sesuai wasiat sang empunya makam.
Enam tokoh yang dimakamkan di sana adalah Sayid Karim, Sayid Djafar, Sayid Syarif, Sayid Djamaludin (yang terpisah), Sayid Djalal, dan Sayid Djamal.
Ziarah ditutup di kompleks makam Mbah Guru yang terdiri dari tiga makam. Sayangnya, kondisi kawasan ini memprihatinkan—ditumbuhi alang-alang liar dan tampak terabaikan. Minimnya perhatian dari pemerintah daerah terhadap pelestarian situs sejarah Islam menjadi sorotan dalam perjalanan spiritual ini.
Lebih dari sekadar kegiatan religi, ziarah ini menjadi momen reflektif yang sarat makna. Selain untuk mendoakan para tokoh penyebar Islam, kegiatan ini mengingatkan pentingnya merawat dan melestarikan warisan sejarah Islam yang menjadi bagian dari identitas dan peradaban bangsa.
| Laporan: Eva*
Editor: Redaksi RadarJakarta