R Haidar Alwi: Strategi Indonesia Menghadapi Perang Dagang dan Transformasi Ekonomi Nasional

banner 468x60

RADAR JAKARTA | Jakarta – R Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, yang saat ini berada di Tanah Suci Mekkah sejak 28 Maret 2025, menyoroti dampak luas dari kebijakan proteksionis yang kembali digaungkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kebijakan tarif impor yang diumumkan pada 2 April 2025 berpotensi mengguncang perdagangan global dan memperkuat dominasi Dolar AS. Dampaknya terhadap ekonomi Indonesia tidak bisa diabaikan, terutama terkait pelemahan Rupiah, ketidakstabilan pasar modal, serta tekanan pada sektor ekspor dan impor. Dalam situasi ini, Indonesia harus mengambil langkah proaktif dengan strategi matang untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional dan menciptakan peluang di tengah tantangan global.

Dampak Kebijakan Proteksionisme AS terhadap Indonesia

Menurut Haidar Alwi, kebijakan tarif impor AS merupakan bagian dari strategi proteksionisme untuk melindungi industri domestik mereka. Namun, kebijakan ini membawa efek domino yang luas bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.

“Ketika AS menaikkan tarif impor, barang dari negara lain menjadi lebih mahal di pasar mereka. Ini bisa menghambat ekspor Indonesia, terutama untuk komoditas unggulan seperti batu bara, nikel, dan CPO (Crude Palm Oil),” ungkap Haidar Alwi.

Dampak terhadap nilai tukar Rupiah juga menjadi perhatian utama. Haidar Alwi menjelaskan bahwa ketika kebijakan proteksionisme diberlakukan, investor global cenderung mengalihkan modal ke aset yang lebih aman seperti Dolar AS. “Akibatnya, permintaan terhadap Dolar meningkat, sementara Rupiah tertekan. Jika Bank Indonesia tidak melakukan intervensi yang cukup, ada kemungkinan Rupiah akan melemah hingga menyentuh Rp 17.000 per Dolar AS,” jelasnya.

Di sektor perdagangan, tarif impor yang lebih tinggi akan meningkatkan harga barang Indonesia di pasar AS, membuatnya kurang kompetitif dibandingkan produk dari negara lain. “Ketika harga naik akibat tarif, permintaan terhadap produk kita bisa menurun. Ini berdampak negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia,” lanjutnya.

Mengantisipasi Tantangan dengan Strategi Jangka Panjang

Dalam menghadapi situasi ini, Haidar Alwi menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor sebagai langkah mitigasi risiko. “Indonesia harus segera mencari alternatif pasar ekspor yang lebih stabil dan tidak bergantung pada kebijakan proteksionis AS. Negara-negara di Asia, Eropa, dan Timur Tengah bisa menjadi mitra dagang potensial,” katanya.

Selain itu, ia menegaskan pentingnya penguatan industri dalam negeri agar Indonesia tidak terus bergantung pada ekspor bahan mentah. “Kita harus mulai fokus pada industrialisasi dan hilirisasi. Jangan hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga produk jadi dengan nilai tambah lebih tinggi. Dengan begitu, kita bisa tetap kompetitif di pasar global sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu,” paparnya.

Lebih jauh, Haidar Alwi menyarankan agar pemerintah mengambil langkah konkret dalam menghadapi gejolak ekonomi global, seperti:

1. Meningkatkan Investasi Domestik dan Asing – Menyederhanakan regulasi bagi investor agar lebih banyak modal masuk ke sektor-sektor strategis dalam negeri.

2. Memperkuat Industri Manufaktur – Mengembangkan industri manufaktur agar Indonesia mampu menghasilkan produk jadi yang memiliki daya saing tinggi di pasar internasional.

3. Kebijakan Moneter yang Adaptif – Bank Indonesia harus lebih aktif dalam menjaga stabilitas Rupiah melalui kebijakan yang fleksibel dan responsif.

4. Mendorong Inovasi dan R&D – Memberikan insentif bagi pengembangan teknologi dan riset inovasi agar Indonesia memiliki daya saing lebih kuat di kancah global.

5. Memperkuat Diplomasi Ekonomi – Menjalin kerja sama perdagangan lebih luas dengan negara-negara yang tidak terlalu terdampak kebijakan proteksionis AS.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60