Komisi III DPR Dukung Usulan Penghapusan SKCK, Dinilai Tak Efektif dan Menyulitkan

banner 468x60

RADAR JAKARTA|Jakarta – Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyatakan dukungan terhadap usulan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) untuk menghapus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai salah satu persyaratan administrasi. Menurutnya, SKCK sering kali menjadi hambatan bagi masyarakat, terutama dalam mencari pekerjaan.

“Kalau saya pribadi setuju, tapi saya kan Ketua Komisi III, jadi pendapat saya cukup berpengaruh. Menurut saya, SKCK memang tidak perlu ada,” ujar Habiburokhman kepada wartawan, Kamis (27/3).

Habiburokhman menilai bahwa persyaratan SKCK tidak menjamin seseorang bebas dari masalah hukum. Ia juga menyoroti dampak birokrasi yang dianggap merepotkan dan membebani masyarakat dengan biaya tambahan.

“Saat seseorang mencari kerja, mereka harus mengurus SKCK, yang berarti ada ongkos ke kantor polisi dan antrean panjang. Ini menjadi beban tersendiri,” ungkap politisi Gerindra tersebut.

Selain itu, Komisi III DPR disebut telah beberapa kali membahas efektivitas SKCK dalam rapat bersama Kepolisian RI (Polri). Habiburokhman mempertanyakan kontribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari penerbitan SKCK yang dinilainya tidak signifikan.

“Saya sering mempertanyakan ini, SKCK dari sisi PNBP-nya juga tidak signifikan. Jadi untuk apa tetap diberlakukan? Polisi juga capek-capek ngurus ini,” tambahnya.

Kementerian HAM Dorong Penghapusan SKCK

Usulan penghapusan SKCK sebelumnya disampaikan oleh Kementerian HAM kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM, Nicholay Aprilindo, mengatakan bahwa usulan tersebut bertujuan untuk memudahkan mantan narapidana dalam mendapatkan pekerjaan setelah kembali ke masyarakat.

“Kami meminta Kepolisian RI untuk meninjau kembali, bahkan mungkin menghapus SKCK sebagai syarat administrasi,” ujar Nicholay di Jakarta, Jumat (21/3).

Nicholay mengungkapkan bahwa Kementerian HAM telah berkirim surat resmi kepada Kapolri, yang ditandatangani langsung oleh Menteri HAM Natalius Pigai. Usulan ini muncul setelah kementerian melakukan kunjungan ke beberapa lembaga pemasyarakatan (lapas) dan mendengar langsung keluhan dari para narapidana.

Menurut Nicholay, ada kasus di mana seorang mantan narapidana kembali melakukan tindak kriminal karena kesulitan mendapatkan pekerjaan setelah bebas. Salah satu alasan utama adalah persyaratan SKCK yang diminta oleh banyak perusahaan, sehingga mempersempit peluang mereka untuk kembali ke masyarakat secara normal.

SKCK Dinilai Berpotensi Melanggar Hak Asasi

Kementerian HAM menilai bahwa keberadaan SKCK berpotensi menghalangi hak asasi warga negara, terutama bagi mereka yang telah menjalani hukuman dan ingin memperbaiki kehidupannya. Oleh karena itu, kementerian mendorong agar SKCK tidak lagi menjadi persyaratan wajib dalam berbagai aspek administrasi.

“Kami telah melakukan kajian akademis dan praktis, dan hasilnya menunjukkan bahwa penghapusan SKCK bisa memberikan dampak positif, terutama bagi mantan narapidana yang sudah berkelakuan baik,” tegas Nicholay.

Dengan adanya usulan ini, perdebatan mengenai efektivitas SKCK sebagai alat seleksi dalam berbagai proses administrasi semakin mengemuka. Kini, keputusan akhir berada di tangan pemerintah dan kepolisian, apakah akan mempertahankan SKCK atau menghapusnya demi kemudahan akses bagi seluruh masyarakat. (*)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60