Mantan Panglima GAM, Sayed Mustafa: Polemik UU TNI Baru Harus Dilihat Secara Objektif

banner 468x60

RADAR JAKARTA|Jakarta – Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Sayed Mustafa Usab, angkat bicara terkait pro dan kontra terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Menurutnya, ada upaya sistematis membelokkan persoalan dengan mengaitkannya pada trauma sejarah terkait kebangkitan Dwi Fungsi ABRI.

Sayed, yang merupakan jebolan Akademi Militer Libya, mempertanyakan dasar dari perdebatan tersebut. Ia menilai hanya segelintir masyarakat atau tokoh yang menolak dan mendiskreditkan disahkannya UU TNI.

TNI di Lembaga Sipil Tak Membawa Gerbong Militer

Sayed menegaskan bahwa penempatan prajurit TNI di lembaga atau kementerian sipil dilakukan berdasarkan kemampuan dan kelayakan, bukan untuk kepentingan militer.

“Kemarin saya dengar berita bahwa UU TNI meminta anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil untuk mengundurkan diri dari posisi militer mereka. Ini hal yang bagus, artinya kita tidak kembali ke era Orde Baru. Saat ini, TNI hanya ingin membantu pemerintah agar bisa berjalan dengan baik,” ujar Sayed, Minggu (23/3/2025).

Ia menambahkan bahwa keputusan mengenai penempatan TNI di 16 lembaga atau kementerian sipil tetap berada di tangan pemerintah.

“TNI hanya mengajukan. Jika diterima, lanjut, jika tidak, ya sudah. Dan posisi yang mereka duduki juga bukan jabatan strategis di luar ranah teknis. Tujuannya hanya untuk memperkuat pemerintah dalam menyelesaikan masalah,” jelasnya.

Aceh Tidak Terpengaruh Isu Dwi Fungsi ABRI

Sayed menegaskan bahwa masyarakat Aceh tidak terpengaruh oleh narasi yang menyebut UU TNI sebagai kebangkitan Dwi Fungsi ABRI.

“Siapapun, termasuk TNI, tetaplah warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk menduduki jabatan sipil, tentunya dengan aturan yang berlaku,” katanya.

Sebagai mantan pemimpin GAM yang pernah berseberangan dengan pemerintah, Sayed menegaskan bahwa saat ini yang dibutuhkan adalah kesejahteraan yang merata, bukan lagi konflik ideologi.

“Saya adalah orang yang memformulasikan perdamaian antara GAM dan pemerintah Indonesia. Pemikiran pemberontakan sudah berakhir. Yang kita inginkan sekarang adalah kesejahteraan yang merata, baik di Aceh, Papua, Ambon, maupun di wilayah lainnya,” ungkapnya.

Polemik UU TNI Baru Dinilai Berlebihan

Sayed juga mengkritik pihak-pihak yang menggiring opini seolah UU TNI adalah sebuah kesalahan besar. Menurutnya, UU ini disahkan karena sesuai dengan kebutuhan pemerintahan saat ini.

“Jika ada kekhawatiran terhadap Dwi Fungsi, mari kita lihat dulu pelaksanaannya. Jangan buru-buru menolak sebelum melihat hasilnya. Jika nanti dalam perjalanan ada masalah, kan bisa direvisi kembali,” tegasnya.

Lebih lanjut, Sayed menilai bahwa reformasi yang terjadi saat ini memang membawa kebebasan, tetapi juga menghadirkan tantangan tersendiri.

“Dulu, saat Dwi Fungsi ABRI, masyarakat lebih tertib. Sekarang, meskipun reformasi membawa kebebasan, tetapi kehidupan semakin berat. Jadi, jangan sampai kita justru merusak aturan yang bisa memperkuat negara,” katanya.

Dukung Pemerintah, Jangan Giring Opini Negatif

Sayed mengajak semua pihak untuk menahan diri dan tidak menciptakan keresahan di masyarakat. Ia mengecam beberapa tokoh yang dianggapnya sengaja menggiring opini negatif terhadap UU TNI.

“Saat ini negara sedang dalam kondisi sulit. Kita seharusnya membantu, bukan justru menggrogoti aturan yang ada. Jika memang nanti ada kekurangan, kan bisa dikoreksi melalui jalur yang benar. Jangan memperkeruh keadaan,” pungkasnya.

Sebagai penutup, Sayed mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung upaya pemerintah dalam membangun bangsa yang mandiri melalui kebijakan yang telah ditetapkan.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60