Radarjakarta.id |JAKARTA – Kejaksaan Agung resmi menetapkan lima korporasi sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait Tata Niaga Komoditas Timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015-2022. Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitiar Burhanuddin mengumumkan langkah ini dalam konferensi pers hari ini, Kamis(02/01/2024)
Kelima korporasi tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (PT RBT), PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP), PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN), PT Sariwiguna Binasentosa (PT SBS), dan CV Venus Inti Perkasa (CV VIP). Penetapan tersangka ini berdasarkan surat keputusan dan penyidikan yang dikeluarkan pada 31 Desember 2024.
Kasus ini bermula dari penerbitan persetujuan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) yang dilakukan oleh pejabat di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejak 2015. Persetujuan tersebut diketahui melanggar prosedur karena digunakan untuk melegalkan penjualan timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk.
Dalam proses penyidikan, ditemukan indikasi konspirasi antara pejabat ESDM, direksi PT Timah Tbk, dan kelima perusahaan smelter. Modus operandi mereka mencakup manipulasi kerja sama sewa alat peleburan timah yang seolah-olah legal, namun menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun lebih, sebagaimana hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kerugian ini mencakup: Kerugian atas kerja sama sewa alat sebesar Rp2,28 triliun, kerugian akibat pembayaran bijih timah ilegal sebesar Rp26,64 triliun dan kerusakan lingkungan senilai Rp271 triliun yang menjadi tanggung jawab PT Timah sebagai pemegang IUP.
Kejaksaan telah mengumpulkan sejumlah barang bukti, termasuk dokumen, alat elektronik, uang tunai dalam berbagai mata uang, emas batangan, serta alat berat seperti excavator dan bulldozer. Total barang bukti uang tunai mencapai miliaran rupiah, menunjukkan skala besar dari tindak pidana ini.
Tersangka Dijerat Pasal Korupsi
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan kerusakan lingkungan besar-besaran dan praktik ilegal yang merugikan keuangan negara. Kejaksaan menegaskan akan terus mengusut tuntas kasus ini untuk memastikan keadilan dan pemulihan kerugian negara.